Seperti biasanya, ide Mochtar
Riady selalu baru dan penuh daya terebos. Sejak dari tabungan Tahapan Dukuh
Lippo ( Lippo Vilage ), sampai yang
terakhir asuransi Warisan, Mochtar selalu inovatif. Salah satu gagasan inovatif
yang dilontarkannya adalah tentang konglomerat baru.
Kali ini bicara soal perlunya ditumbuhkan pengusaha kelas
menengah jadi konglomerat baru. Teori yang dipakai sederhana saja. Menghadapi
globalisasi, yang akan membuat dunia tanpa batas, Indonesia perlu lebih banyak
lagi konglomerat. Pengusaha kecil tidak mungkin bisa tahan ketika berhadapan
dengan multinasional. Padahal, persaingan global menuntut ke arah itu. Mochtar
mengcu pada pemerintah singapura dan Malaysia, yang pada saat ini menggalang perusahaan
nasionalnya supaya lebih kuat bertempur diluar negeri. Menurut Mochtar,
Indonesia harus membuat perusahaan “papan tengah” kuat agar bisa menarik
perusahaan kecil, termasuk tentunya koperasi, keatas. Ide ini menarik karena
datang dari orang yang sudah jadi konglomerat dan ingat pada kekuatan ekonomi
nasional secara makro.
Pertama hanya sedikit sekali perusahaan swasta yang biasa
disebut konglomerat. Baik dari ukuran besar usaha maupun banyak jenis usaha,
lebih banyak jenis usaha, lebih banyak perusahaan swasta menengah, lebih-lebih
swasta kecil, dibandingkan dengan yang besar. Apalagi definisi konglomerat
sering disalahartikan. Konglomerat adalah perusahan yang punya usaha berbagai
sektor yang tidak ada hubungan satu sama lain. Jadi, konglomerat sebenarnya
adalah suatu kelompok perusahaan pada berbagai bidang usaha (diversified companies). Jadi,
perusahaan sebesar apapun, kalau hanya bergerak di satu bidang saja bukan
konglomerat. Sebaliknya, perusahaan kecil yang punya usaha pencetakan, taksi,
dan warung tegal bisa disebut konglomerat.
Begitu juga dengan BUMN. Ternyata tidak semua BUMN punya
hak monopoli dan manajemennya tidak baik dan kurang produktif. Bank-bank
pemerintah pada saat ini sedang berjuang keras bersaing dengan swasta. BUMN,
seperti TELKOM, sedang melakukan reengineering
dalam menghadapi perubahan global yang cepat. Begitu juga dengan PT
Indosat, yang terus menerus berusaha meningkatkan pelayanan 001-nya. Di BUMN
juga terlihat ada banyak assets sumber daya manusia yang masih muda-muda dan
mempunyai visi jauh ke depan. Mereka sebenarnya punya kemampuan hebat kalau
pada suatu saat diberi kesempatan.
Bagaimana dengan koperasi? Inilah jenis usaha yang selalu
dibina suatu departemen khusus. Koperasi dan usaha kecil boleh dibina. Tapi
jangan sampai terjadi over-managed but
underled. Nanti malah tidak pernah jadi besar. Lihat saja, Forrest Gump,
yang polio di waktu kecil. Dia justru bisa lari kencang bukan karena dituntun,
melainkan karena dibiarkan “jatuh-bangun” oleh ibunya, diberi semangat oleh
pacarnya, dan dikejar oleh gerombolan anak-anak nakal.
Dalam konteks gagasan Mochtar Riady, yang perlu digalang
bukan cuma usaha menengah swasta, karena konglomerat bukan monopoli swasta.
BUMN dan koperasi juga bisa jadi konglomerat kalau sudah diverisifikasikan
usaha. Koperasi tidak selalu identic dengan pengusaha kecil. Dan usaha menengah
milik siapapun, yang belum di-versified, juga
perlu digalang untuk bisa memenangkan persaingan global, sebuah pengusaha tidak
mesti di-versified lebig dulu, bahkan
sering justru harus memfokuskan diri sendiri pada bisnis pokok (core business).
Satu lagi yang penting, perusahaan menengah tersebut sudah terbukti bisa hidup
dan berjuang dalam suatu mekanisme pasar bebas. Bukan tumbuh karena dilindungi.
Sumber :
Buku Pengusaha Koperasi, Bernhard Limbong.
Posted by :
fikriansyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar