Sabtu, 14 Desember 2013

MENJADI PENGUSAHA KOPERASI YANG SUKSES

Seperti biasanya, ide Mochtar Riady selalu baru dan penuh daya terebos. Sejak dari tabungan Tahapan Dukuh Lippo ( Lippo Vilage ), sampai yang terakhir asuransi Warisan, Mochtar selalu inovatif. Salah satu gagasan inovatif yang dilontarkannya adalah tentang konglomerat baru.
            Kali ini bicara soal perlunya ditumbuhkan pengusaha kelas menengah jadi konglomerat baru. Teori yang dipakai sederhana saja. Menghadapi globalisasi, yang akan membuat dunia tanpa batas, Indonesia perlu lebih banyak lagi konglomerat. Pengusaha kecil tidak mungkin bisa tahan ketika berhadapan dengan multinasional. Padahal, persaingan global menuntut ke arah itu. Mochtar mengcu pada pemerintah singapura dan Malaysia, yang pada saat ini menggalang perusahaan nasionalnya supaya lebih kuat bertempur diluar negeri. Menurut Mochtar, Indonesia harus membuat perusahaan “papan tengah” kuat agar bisa menarik perusahaan kecil, termasuk tentunya koperasi, keatas. Ide ini menarik karena datang dari orang yang sudah jadi konglomerat dan ingat pada kekuatan ekonomi nasional secara makro.
            Pertama hanya sedikit sekali perusahaan swasta yang biasa disebut konglomerat. Baik dari ukuran besar usaha maupun banyak jenis usaha, lebih banyak jenis usaha, lebih banyak perusahaan swasta menengah, lebih-lebih swasta kecil, dibandingkan dengan yang besar. Apalagi definisi konglomerat sering disalahartikan. Konglomerat adalah perusahan yang punya usaha berbagai sektor yang tidak ada hubungan satu sama lain. Jadi, konglomerat sebenarnya adalah suatu kelompok perusahaan pada berbagai bidang usaha (diversified companies). Jadi, perusahaan sebesar apapun, kalau hanya bergerak di satu bidang saja bukan konglomerat. Sebaliknya, perusahaan kecil yang punya usaha pencetakan, taksi, dan warung tegal bisa disebut konglomerat.
            Begitu juga dengan BUMN. Ternyata tidak semua BUMN punya hak monopoli dan manajemennya tidak baik dan kurang produktif. Bank-bank pemerintah pada saat ini sedang berjuang keras bersaing dengan swasta. BUMN, seperti TELKOM, sedang melakukan reengineering dalam menghadapi perubahan global yang cepat. Begitu juga dengan PT Indosat, yang terus menerus berusaha meningkatkan pelayanan 001-nya. Di BUMN juga terlihat ada banyak assets sumber daya manusia yang masih muda-muda dan mempunyai visi jauh ke depan. Mereka sebenarnya punya kemampuan hebat kalau pada suatu saat diberi kesempatan.
            Bagaimana dengan koperasi? Inilah jenis usaha yang selalu dibina suatu departemen khusus. Koperasi dan usaha kecil boleh dibina. Tapi jangan sampai terjadi over-managed but underled. Nanti malah tidak pernah jadi besar. Lihat saja, Forrest Gump, yang polio di waktu kecil. Dia justru bisa lari kencang bukan karena dituntun, melainkan karena dibiarkan “jatuh-bangun” oleh ibunya, diberi semangat oleh pacarnya, dan dikejar oleh gerombolan anak-anak nakal.
            Dalam konteks gagasan Mochtar Riady, yang perlu digalang bukan cuma usaha menengah swasta, karena konglomerat bukan monopoli swasta. BUMN dan koperasi juga bisa jadi konglomerat kalau sudah diverisifikasikan usaha. Koperasi tidak selalu identic dengan pengusaha kecil. Dan usaha menengah milik siapapun, yang belum di-versified, juga perlu digalang untuk bisa memenangkan persaingan global, sebuah pengusaha tidak mesti di-versified lebig dulu, bahkan sering justru harus memfokuskan diri sendiri pada bisnis pokok (core business). Satu lagi yang penting, perusahaan menengah tersebut sudah terbukti bisa hidup dan berjuang dalam suatu mekanisme pasar bebas. Bukan tumbuh karena dilindungi.

Sumber :  Buku Pengusaha Koperasi, Bernhard Limbong.

Posted by :
fikriansyah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar