PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
Etika
perilaku dalam bisnis merupakan hal yang sangat penting didalam suatu
masyarakat. Etika bisnis secara sederhana diartikan sebagai cara-cara untuk
melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industry dan juga masyarakat. Tuntutan masyarakat akan etika dalam bisnis
sangatlah penting karena stakeholder atau masyarakat mengendaki agar kegiatan
bisnis menghargai nilai-nilai dan kepentingan mereka. Perusahaan diminta untuk
lebih bertanggung jawab, transparan, dan
etis karena kinerja tidak lagi diukur dari “berapa yang diperoleh”,tetapi “bagaimana hasil
tersebut dicapai secara etis”. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis
tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan
masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu
dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun
etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Perilaku etik penting diperlakukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam
sebuah bisnis. Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif,
baik lingkup makro maupun mikro:
1. Perspektif
Makro
Pertumbuhan suatu Negara tergantung pada
market system yang berperan lebih efektif dan efisien daripada command system
dalam mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang diperlukan market
system untuk dapat efektif, yaitu :
a. Hak
memiliki dan mengelola property swasta
b. Kebebasan
memilih dalam perdagangan barang dan jasa
c. Ketersediaan
informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa.
Jika
salah satu subsitem dalam market system
melakukan perilaku yang tidak etis maka hal ini akan mempengaruhi keseimbangan
sistem dan menghambat pertumbuhan sistem
secara makro. Pengaruh dari perilaku tidak etik pada perspektif bisnis makro:
a. Penyogokan
atau suap.
Hal ini mengakibatkan berkurangnya
kebebasan memilih dengan cara mempengaruhi pengambil keputusan.
b. Coercive
act.
Mengurangi kompetisi yang efektif antara
pelaku bisnis dengan ancaman atau memaksa untuk tidak berhubungan dengan pihak
lain dalam bisnis.
c. Deceptive
information
d. Pencurian
dan penggelapan
e. Unfair
discrimination.
2. Perspektif
Bisnis Mikro
Dalam lingkup ini perilaku etik identic
dengan kepercayaan atau trust. Dalam lingkup mikro terdapat rantai relasi
dimana supplier, perusahaan, konsumen, karyawan saling berhubungan kegiatan
bisnis yang akan berpengaruh pada lingkup makro. Tiap mata rantai penting
dampaknya untuk selalu menjaga etika, sehingga kepercayaan yang mendasari
hubungan bisnis dapat terjaga dengan baik. Standar moral merupakan tolak ukur
etika bisnis. Dimensi etik merupakan dasar kajian dalam pengambilan keputusan.
Etika bisnis cenderung berfokus pada etika terapan daripada etika normative.
LINGKUNGAN
BISNIS YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ETIKA
A. Lingkungan
Bisnis
Lingkungan Bisnis adalah segala sesuatu
yang mempengaruhi aktivitas bisnis dalam suatu lembaga organisasi atau
perubahan. Adapun factor-faktor yang
mempengaruhi lingkungan bisnis adalah :
1. Lingkungan
Internal
Segala sesuatu didalam organisasi atau
perusahaan yang akan mempengaruhi organisasi atau perusahaan tersebut.
2. Lingkungan
Eksternal
Segala sesuatu diluar batas-batas organisasi
atau perusahaan yang mempengaruhi organisasi atau perusahaan.
Perubahan Lingkungan bisnis yang semakin
tidak menentu dan situasi bisnis yang semakin komperatif menimbulkan persaingan
yang semakin tajam.
B. Faktor-Faktor
yang mempengaruhi etika bisnis
Menurut Bovee (dalam Alma, 2010) banyak
factor yang mempengaruhi perilaku etika. Namun pada dasarnya terdapat tiga
factor utama, yaitu :
1. Cultural Difference,
sebagaimana diketahui bahwa setiap daerah memiliki kebiasaan sendiri-sendiri
berbeda Negara berbeda pula kebiasaannya. Penyogokan, komisi, titipan, amplop,
upeti dan sebagainya tentu di dipahami dalam bentuk yang berbeda disetiap
daerah.
2. Knowledge, orang-orang
yang mengetahui dan berada dalam jalur pengambil keputusan berusaha tidak
terlibat dalam masalah etika ini. Demikian pula, jika anda sudah mengetahui
bahwa perbuatan itu melanggar etika, maka jangan melakukannya karena hal ini
melanggar hati nurani anda.
3. Organizational Behaviour menjadikan
pondasi yang kokoh dari sebuah etika bisnis adalah iklim yang berlaku pada
sebuah organisasi. Ada organisasi yang menjunjung tinggi nilai etika dan memberi pelatihan kepada
karyawannya agar selalu menjada etika. Perusahaan besar banyak yang menerapkan
kode etik ini.
Untuk
dapat menciptkan etika didalam bisnis yang sesuai dengan budi pekerti luhur,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
·
Pengendalian Diri
·
Pengembangan tanggung jawab sosial
perusahaan
·
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah
terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan info dan teknologi
·
Menciptakan persaingan yang sehat
·
Menerapkan konsep-konsep pengembangan
yang berkelanjutan
·
Menghindari sifat KKN (Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme)
·
Harus mampu menyatakan hal benar itu
adalah benar
·
Membentuk sikap saling percaya antar
golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah
·
Konsekuen dan konsisten dengan
aturan-aturan yang telah disepakati bersama
KESALING
TERGANTUNGAN ANTARA BISNIS DAN MASYARAKAT
Perusahaan
yang merupakan suatu lingkungan bisnis juga sebuah organisasi yang memiliki
struktur yag cukup jelas dalam pengelolaannya. ada banyak interaksi antar
pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan
untuk terjadinya konflik dan terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi.
baik di dalam tataran manajemen ataupun personal dalam setiap tim maupun
hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar. untuk itu etika ternyata
diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu
sendiri. Oleh karena itu kewajiban perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran
jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
Pelaku
bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk "uang " dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan dengan
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian
terhadap masyarakat, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian
pelatihan keterampilan, dan lain sebagainya. Etika bisnis merupakan penerapan
tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu
sendiri. Seperti halnya manusia pribadi juga memiliki etika pergaulan antar
manusia, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika
pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.
Berikut adalah beberapa
hubungan kesaling tergantungan antara bisnis dengan masyarakat.
v Hubungan
antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan
antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan,
oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun
pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :Kemasan
yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan
perbandingan harga terhadap produknya. Bungkus atau kemasan membuat konsumen
tidak dapat mengetahui isi didalamnya, Pemberian servis dan terutama garansi
adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis.
v Hubungan
dengan karyawan
Manajer
yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali
harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis
dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan
(training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat)
maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
v Hubungan
antar bisnis
Hubungan
ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain.
Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir,
pengecer, agen tunggal maupun distributor.
v Hubungan
dengan Investor
Perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik”
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go
public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan
terhadap informasi terhadap hal ini.
v Hubungan
dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan
dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan
pergaulan yang bersifat finansial.
KEPEDULIAN
PELAKU BISNIS TERHADAP ETIKA
Etika
bisnis dalam suatu perusahaan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu
untuk membentuk suatu bisnis yang kokoh dan kuat dan mempunyai daya saing yang
tinggi serta mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai yang tinggi. Perilaku
etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan
hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu
sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik
bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain
bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Tolak
ukur dalam etika bisnis adalah standar moral. Seorang pengusaha yang beretika
selalu mempertimbangkan standar moral dalam mengambil keputusan, apakah
keputusan ini dinilai baik atau buruk oleh masyarakat, apakah keputusan ini
berdampak baik atau buruk bagi orang lain, atau apakah keputusan ini melanggar
hukum. Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,
bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi
pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup
keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis
harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab
terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk
kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan,
kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
PERKEMBANGAN DALAM
ETIKA BISNIS
Perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
·
Situasi Dahulu: Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles,
dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur
kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi
dan kegiatan niaga harus diatur.
·
Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap
kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota
Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi
perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan
mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang
paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
·
Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai
terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika
bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang
meliputi dunia bisnis di AS.
·
Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika
bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat
forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang
disebut European Business Ethics Network (EBEN).
·
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an tidak terbatas
lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah
didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE)
pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Di Indonesia sendiri pada beberapa perguruan tinggi terutama pada
program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika bisnis. Selain itu
bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang
etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha indonesia
(LSPEU Indonesia) di Jakarta.
ETIKA BISNIS DALAM AKUNTAN
Setiap profesi yang menyediakan jasanya
kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya.
Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih
tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap
pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi
akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan
Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan
terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia
ü Integritas:
setiap tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi,
kejujuran dan konsisten.
ü Kerjasama:
mempunyai kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim.
ü Inovasi:
pelaku profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja
dengan metode baru.
dengan metode baru.
ü Simplisitas:
pelaku profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan
masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.
Kode etik akuntan
indonesia menurut (Mulyadi, 2001:53) adalah sebagai berikut:
1. Tanggung
jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga
harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha
kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi.
2. Kepentingan
publik
Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Profesi
akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi
akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja,
pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung
kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi
bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan
dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan
negara. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara
terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang
tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota
harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi
mungkin.
3. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter
yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas
yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi
anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan
seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak
menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas
dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Apapun jasa dan
kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara
obyektivitas.
5.
Kompetensi dan kehati-hatian
professional
Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan,
serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling
mutakhir. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu
tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk
memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan
profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib
melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten.
6.
Kerahasiaan
Setiap anggota harus
menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar
anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7.
Perilaku professional
Setiap anggota harus
berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai
perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang
lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8.
Standar teknis
Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah
standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional
Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan
yang relevan.
CONTOH
KASUS ETIKA BISNIS :
PT
Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan
Copper & Gold Inc.. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi
terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah
dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Kami memasarkan
konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia. PT
Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan multinasional (MNC),yaitu
perusahaan internasional atau transnasional yang berkantor pusat di satu negara
tetapi kantor cabang di berbagai negara maju dan berkembang. Perusahaan
ini adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan
penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport Indonesia
telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang
Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga
Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Freeport berkembang menjadi perusahaan
dengan penghasilan 2,3 miliar dolar AS. Menurut Freeport, keberadaannya
memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada Indonesia sebesar 33
miliar dolar dari tahun 1992–2004. Pada tahun 1996 Freepot merupakan salah satu
perusahaan multinasional terburuk hal tersebut dicerminkan melalui kondisi
lingkungan dan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan yang terus memburuk
dan menuai protes akibat berbagai pelanggaran hukum dan HAM , dampak lingkungan
serta kemiskinan rakyat sekitar tambang. Hal tersebut berbanding terbalik
dengan apa yang dicapai PT freepot dengan kondisi yang di hadapi oleh
masyarakat papua
Adapun Contoh
kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia
adalah sebagai berikut :
1.
Mogoknya hampir seluruh pekerja PT Freeport
Indonesia (FI) tersebut disebabkan perbedaan indeks standar gaji yang
diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport di seluruh dunia. Pekerja
Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah daripada pekerja
Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang per jam
USD 1,5âUSD 3. Padahal, bandingan gaji di negara lain mencapai USD 15âUSD
35 per jam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen
Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar pertimbangannya.
2.
Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua
yang digembor-gemborkan itu pun tidak seberapa karena tidak mencapai 1 persen
keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus
menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat dan vegetasi
Papua yang tidak ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa
ditanggung generasi Papua sampai tujuh turunan. Selain bertentangan dengan PP
76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti
paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006).
Kestabilan
siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting
kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya
mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua
memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional,
bahkan global. Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinational company) yang
otomatis berkelas dunia, apalagi umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja
adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah
suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang
lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik,
sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang
layak. Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia
terbukti tidak memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal normatif
yang sangat mendasar. Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa kepada PT
FI, privilege berlebihan, ternyata sia-sia. Berkali-kali perjanjian kontrak
karya dengan PT FI diperpanjang kendati bertentangan dengan UU Nomor 11/1967
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan sudah diubah dengan UU Nomor
4/2009 tentang Minerba. Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk menambah
kocek negara. Padahal, tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT FI
benar-benar untuk negara. Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan Freeport
untuk negara Amerika, bukan Indonesia. Justru negara ini tampak dibodohi luar
biasa karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral
lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa langsung
ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk meningkatkan value di
Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa pasar modal
Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya. Keuntungan berlipat
justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan pajak PNBP kepada
Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta beberapa tenaga kerja
asing (TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat dan lapangan
terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akan bisa diketahui oleh pihak imigrasi.
REFERENSI :
http://rarapsp.blogspot.co.id/2014/10/etika-bisnis-perilaku-etika-dalam-bisnis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar