Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional diabadikan
dari peristiwa sejarah tanggal 20 Desember 1948, yaitu ketika terjalin
kemanunggalan TNI dan rakyat persis sehari setelah agresi militer Belanda. Dua
kekuatan milik bangsa Indonesia yakni TNI dan rakyat bahu membahu dalam
perjuangan bersenjata untuk mengenyahkan penjajahan Belanda. Kesetiakawanan
yang tulus, dilandasi rasa tanggung jawab yang tingi kepada tanah air (pro
patria) menumbuhkan solidaritas bangsa yang sangat kuat untuk membebaskan tanah
air dari cengkraman agresor. Rakyat memberikan apa saja yang menjadi miliknya untuk membantu perjuangan para
pahlawannya. Sebaliknya para prajurit TNI selalu siap melindungi rakyat dari
angkara murka penjarah milik rakyat. Rakyat dari semua golongan turut
bertempur, mereka menolong dan merawat para prajurit yang terbunuh maupun
terluka.
read more
read more
Kesetiakawanan sosial kemudian tumbuh secara
nasional, hingga ke seluruh pelosok tanah air, dan menampakkan diri sebagai
bukti kemanunggalan TNI dan rakyat dalam mengusir agresi Belanda. Puncak
kemanunggalan dibuktikan dalam "Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin
oleh Letnan Kolonel Soeharto. Serangan Umum 1 Maret ini mempunyai arti yang
sangat penting bagi kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
mempunyai arti politik yang sangat krusial bagi dunia internasional terhadap
eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bangkitnya rakyat secara serentak terpanggil untuk membantu dan bahu membahu
bersama TNI melawan penjajah adalah terdorong oleh rasa kesetiakawanan sosial.
Dari peristiwa sejarah itu, tampak bahwa rasa kesetiakawanan sosial itu nmerupakan sistem amunisi dan persenjataan sosial telah terbukti sangat andal, sehingga meskipun hanya dengan bambu runcing kita mampu mengusir penjajah untuk selama-lamanya dari bumi Indonesia setelah mereka bercokol dan menjarah negeri tercinta ini selama kurang lebih 350 tahun.
Dari peristiwa sejarah itu, tampak bahwa rasa kesetiakawanan sosial itu nmerupakan sistem amunisi dan persenjataan sosial telah terbukti sangat andal, sehingga meskipun hanya dengan bambu runcing kita mampu mengusir penjajah untuk selama-lamanya dari bumi Indonesia setelah mereka bercokol dan menjarah negeri tercinta ini selama kurang lebih 350 tahun.
Apabila kita simak
kembali lintasan sejarah perjuangan bangsa kita dari masa ke masa, tampak jelas
bahwa kesetiakawanan sosial itu merupakan salah satu anugrah nilai budaya
bangsa kita yang telah merasuk ke dalam kalbu seluruh anak bangsa ini. Nilai
kesetiakawanan sosial terpatri dalam kalbu, tumbuh dalam sanubari dan bersemi
dalam cipta, rasa dan karsa setiap insan pertiwi.
Kesetiakawanan sosial nasional tercermin dalam lintasan sejarah dari masa ke
masa, Tahun 1928, nilai ini tampil melandasi tercetusnya Sumpah Pemuda, yang
sangat fenomenal. Tahun 1945 mengejawantah dalam format yang mengilhami
Proklamasi Kemerdekaan. Tahun 1948 mendorong bangkitnya kemanunggalan TNI dan
rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan. Tahun 1965 kesetiakawanan sosial
mewujudkan diri dalam format keterpanggilan menumpas komunisme.Nilai inilah yang mendasari persatuan dan kesatuan bangsa kita sehinga meskipun
bangsa Indonesia serba Bhineka namun tetap Tungga Ika.
Kesetiakawanan sosial yang dalam sejarah telah terbukti keampuhannya sebagai
sistem persenjataan sosial kita yang terandalkan, akan senantiasa memiliki
relevansi di sepanjang sejarah perjuangan bangsa kita untuk masa kini dan masa
mendatang, dekat maupun jauh.
Dalam rangka menumbuhsuburkan semangat kesetiakawanan sosial secara
berkesinambungan maka Peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN)
diselenggarakan setiap tahun, agar sampai kapanpun semangat ini tetap mewarnai
tatanan kehidupan dan penghidupan bangsa kita. Dan kita berharap bahwa kestiakawanan akan terus terpupuk untuk kemajuan bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar