Hari
ini tepat tanggal 16 januari dimana hari ini merupakan hari lahir dari seorang
pahlawan cilik yaitu merupakan salah satu pencipta lagu yang dimiliki oleh
bangsa kita ini. Disini saya akan menjelaskan mengenai beberapa biografi
beliau.
Siapa
tak kenal nama Bu Kasur. Pengarang lagu anak-anak yang legendaris dan tokoh
pendidikan anak. Ibu yang bernama asli Sandiah ini meninggal dunia dalam usia
76 tahun hari Selasa (22/10/02) sekitar pukul 16.00 di Rumah Sakit (RS) Cikini
Jakarta, meninggalkan lima anak dan 12 cucu. Namun, nama dan karyanya tepat
hidup dan sudah menjadi sebuah legenda dalam dunia pendidikan anak.
Sandiah
mulai dikenal sebagai Ibu Kasur setelah mengasuh Taman Putra dan Taman Pemuda
di Jakarta bersama suaminya, Pak Kasur. Mereka menikah ketika mengungsi di
Jogjakarta pada 29 Juli 1946. Panggilan Kasur berasal dari kata Kak Sur,
sebutan akrab Pak Kasur yang bernama asli Suryono. Ibu Kasur tamatan Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di akhir tahun 1930-an. Setelah Pak Kasur
meninggal, lembaga pendidikan anak itu berubah menjadi TK Mini Pak Kasur tahun
1968 yang kini mempunyai lima cabang di kawasan Jabotabek, yaitu di Cikini,
Cipinang, dan Pasar Minggu (ketiganya di Jakarta), serta di Kemang (Bekasi),
dan Banjar Wijaya (Tangerang).
read more
Jenazah almarhumah disemayamkan di rumah duka, Jalan Cikini V, Jakarta Pusat. Rumah yang didiami Ibu Kasur tersebut sekaligus menjadi Taman Kanak-kanak (TK) Mini Pak Kasur yang dikelola almarhumah sejak tahun 1968 bersama Pak Kasur-yang meninggal pada tahun 1992. Dikebumikan di Kaliori, Purwokerto, Jawa Tengah, Rabu 23/10/02. Almarhumah mengidap penyakit gula dan darah tinggi.
Sampai menjelang akhir hayat, Ibu Kasur selalu ingin mendidik anak-anak. Meski belakangan tidak lagi langsung mengajar, namun masih selalu secara rutin mengunjungi TK Mini Pak Kasur. Ia selalu akrab dengan anak-anak. Selalu mengajak tos kepada anak-anak untuk memberi salam. Kamis sepekan sebelum meninggal, Ibu Kasur masih menemani anak-anak dari lima cabang TK Mini Pak Kasur bertamasya ke Taman Safari, Cisarua, Jawa Barat. Ia masih tampak berseri-seri mengikuti acara dan sempat berfoto bersama, meski harus duduk di kursi roda. Ia terlihat gembira dengan wajah cerah. Sama sekali tidak terlihat lelah. Besoknya, Jumat siang, masih mengikuti acara presentasi produk obat dengan tema "Sehat di Hari Tua" di Hotel Ambhara Jakarta. Minggu malam, juga masih menghadiri perjamuan perkawinan
Guruh Soekarnoputra-Sabina.
Sebagian besar hidup tokoh pendidikan anak kelahiran Jakarta 16 Januari 1926 ini tercurah pada anak-anak. Selain mencipta lagu dan tampil di berbagai panggung acara televisi dan siaran radio, ia juga mengelola lima Taman Kanak-kanak "Mini" Pak Kasur yang berlokasi di kawasan Cikini (sekaligus rumah tinggal Bu Kasur), Cipinang Indah, Pasarminggu, Kemang Pratama di Jakarta, dan Banjar Tangerang.
Sudah banyak alumninya yang sudah menjadi orang besar. Diantaranya Presiden Megawati, Guruh dan Hayono Isman (mantan Menpora) serta Ateng (pelawak). Juga hampir seluruh cucu bahkan cicit H.M.
Soeharto, mantan presiden, sekolah di TK Mini Pak Kasur.
TK Mini berdiri sejak 1965 setelah Pak Kasur bersama keluarganya pindah ke Jakarta dari Bandung. Pada 1968 Pak Kasur purnakarya dari Depdikbud dalam kapasitasnya sebagai anggota Badan Sensor Film (BSF), Semula TK itu berada di rumahnya di Jln. H.
Agus Salim dengan Taman Kanak-kanak, Taman Putera, dan Taman Pemuda. Namun, Taman Putera dan Taman Pemuda tidak dikembangkan, bahkan ditutup. Untuk menampung anak-anak dari berbagai kelompok umur, TK Mini dibagi dalam tiga jenjang, yaitu "Parkit" untuk anak usia tiga tahun, "Kutilang" untuk anak empat tahun, dan "Cendrawasih" untuk anak lima tahun.
Bu Kasur tidak menganal kata bosan berkecimpung dalam dunia pendidikan dasar anak-anak. Menurutnya, ada kenikmatan tersendiri ketika mengamati bagaimana anak-anak itu berkembang dari hari ke hari. Kelucuan, kepolosan anak-anak membuatnya lebih 'hidup'.
Ada dinamika yang membuat dirinya bertambah 'kaya'. Seminggu sekali diadakan semacam upacara bendera untuk memperkenalkan anak pada lambang negara. Suatu kali ada seorang murid TK yang terlambat mengikuti upacara. Si anak tidak mau bergabung dan minta pulang karena terlambat. Tapi ibunya memaksa sampai anak itu menangis. Usut punya usut ia terlambat karena mobil harus mengantar ayahnya dulu ke kantor. "Lalu saya bilang pada si ibu, sifat malu datang terlambat itu mestinya dipelihara. Usul saya biar nanti tidak terlambat, si anak didrop lebih dulu, baru bapaknya. Bapaknya 'kan tidak menangis kalau terlambat masuk kantor? He-he-he ...," ceritanya.
Tidak jarang Bu Kasur mendapatkan persepsi keliru dari orang tua murid tentang cara dia mengajar. Suatu ketika, di lantai kelas ia menebarkan permen dengan perintah agar anak-anak memunguti permen itu sebanyak-banyaknya. Anak-anak pun kontan berebut. "Tahu-tahu ada ibu yang menunggui anaknya sekolah nyeletuk, 'Jangan ikut rebutan permen itu, nanti pulang sekolah ibu belikan coklat.'
"Waduh! Lalu saya jelaskan pada si ibu bahwa apa yang saya lakukan itu untuk melakukan observasi, dan hasilnya nanti akan saya pakai sebagai bahan untuk mengembangkan sifat-sifat positif anak. Ketika anak-anak mendapat perintah untuk mengumpulkan permen sebanyak-banyaknya, ada yang mengambil satu-dua, balik lagi, ambil lagi. Tapi ada yang kerjanya efisien dengan meraup sebanyak-banyaknya, lalu ditaruh di ujung kemejanya, baru diletakkan di meja saya. Dari situlah saya melakukan observasi," terang Bu Kasur. Ia juga mengatakan, sistem belajar sambil bermain bisa mendeteksi secara dini kalau ada kelainan kejiwaan seperti fobi ketinggian, fobi lingkungan, atau kelainan buta warna pada anak.
Bahasa Inggris juga diajarkan di sekolah TK Mini. Namun, itu sekadar pengenalan sifatnya. "Hanya seminggu sekali dalam satu jam. Tujuannya agar anak terbiasa mendengar bahasa yang lain dari bahasa ibunya. Biasanya diajarkan lewat lagu. Kalau lagunya hafal, lama-lama artinya juga. Lagu-lagu Pak Kasur pun tetap dipakai, karena lagu-lagu Bapak berpengetahuan," kata Bu Kasur.
Pada tahun 1950-an, bersama Pak Kasur, almarhumah mengasuh siaran anak-anak di RRI Jakarta. Ketika TVRI berdiri pada tahun 1962, Ibu Kasur mengasuh acara serupa, yaitu Arena Anak-anak dan Mengenal Tanah Airku. Pada awal tahun 1970-an, Ibu Kasur dikenal sebagai pengasuh acara Taman Indria di TVRI. Ketika televisi swasta muncul, almarhumah juga hadir di acara Hip Hip Ceria di RCTI.
Seperti halnya Pak Kasur, Ibu Kasur juga dikenal sebagai pencipta lagu. Di antara lagu ciptaan almarhumah yang terkenal sampai sekarang adalah Kucingku, Bertepuk Tangan, dan Main Sembunyi. Sekadar mengingatkan, inilah lirik awal lagu Main Sembunyi : ... Siapa itu di belakang pintu/ sedang sembunyi/ perutnya gendut, hidungnya mancung/ Tentu si Honi.
Belakangan, dalam kaset
lagu anak-anak dari Ibu Kasur, nama Honi berubah menjadi Dodi. Dan, rupanya nama dalam lagu itu bisa berubah sesuai dengan situasi. Asal tahu saja, nama Honi diambil dari murid Ibu Kasur yang kini berprofesi sebagai dokter di Jakarta.
Tak seberapa banyak memang karya lagu ciptaan Bu Kasur dibandingkan dengan karya-karya suaminya yang mencapai sekitar 140 lagu. "Tak sampai 20 lagu saya," kata Bu Kasur tentang jumlah karyanya.
Apalagi di usianya yang sudah kepala tujuh (lahir 16 Januari 1926 di Jakarta), ia nyaris tidak lagi memproduksi lagu. Untuk ukuran
wanita seusianya, Bu Kasur masih tergolong cukup energik; menerima tetamunya yang hampir tiap hari mengalir ke rumahnya, terutama orang tua murid; masih giat mengikuti pelbagai acara (seperti berdarmawisata) yang diselenggarakan oleh sejumlah Taman Kanak-kanak di bawah Yayasan Setia Balita yang dipimpinnya. Ia juga menjadi pembicara seminar di berbagai tempat, atau menjadi juri di pelbagai lomba kreativitas maupun menyanyi
lagu anak-anak.
Senyumnya yang khas mengembang saat pikirannya menerawang ke masa hampir empat puluh tahun lalu ketika
wanita itu masih membawakan acara Taman Indria, Arena Anak-anak, dan Mengenal Tanah Air di TVRI. "Jadi, sejak 1962 saya sudah menjadi pengasuh acara-acara itu di TVRI," kenangnya.
Bu Kasur memang dikenal karena mengasuh sejumlah acara anak-anak di televisi dan juga radio. Dunia anak-anak sepertinya tak bisa lepas dari kehidupan Bu Kasur dan juga suaminya. Dengan penuh kesabaran dan ketulusan, pasangan suami-istri itu membimbing anak-anak belajar sambil bermain. Juga bernyanyi!
Belajar sambil bermain, bermain sambil belajar. Itulah kata kunci yang melandasi pola pikir dan pola tindak yang senantiasa dihayati dan dilaksanakan hingga sekarang dalam mengelola sekolah Taman Kanak-kanaknya. "Lagu Sayang Semua, misalnya, itu mengandung unsur pembelajaran sekaligus pendidikan meski sederhana. Lagu itu lahir karena saya ingin mengajar anak-anak mengenali dan menanamkan rasa cinta kepada anggota keluarga sambil memperkenalkan angka-angka," tutur Bu Kasur sambil mengaku terkejut campur bahagia ketika pihak PT Unilever memberikan semacam royalti kepadanya karena lagu itu dipakai sebagai jingle atau theme song dalam salah satu iklan susu mereka.
Kesederhanaan, demikian Bu Kasur, memang mutlak menjadi karakteristik
lagu anak-anak. Sederhana lagunya, sederhana syairnya. Sampai-sampai Bu Kasur berusaha sebisa mungkin menghindari pemakaian huruf "r" pada syair-syair lagunya seperti dipesankan dan dilakukan mendiang Pak Kasur. "Alasannya, huruf 'r' itu 'kan termasuk huruf yang relatif sulit di lidah anak-anak," terang Bu Kasur.
Semangat hidup maupun dedikasinya terhadap dunia anak-anak terus menggebu sampai pada tahun 1992 obor spirit yang menyala-nyala itu nyaris padam tak berbara ketika sang suami tercinta dipanggil menghadap Tuhan.
wanita keturunan Jawa itu terpuruk. Setahun lamanya, nyaris tak ada yang ingin dilakukannya. "Saya kehilangan semangat," tutur Bu Kasur.
Bahkan selama sang suami menderita sakit sebelum meninggal pun, ia sudah memutuskan berhenti dari seluruh kegiatannya di berbagai program televisi asuhannya serta kegiatan lain. "Semua waktu, tenaga, dan perhatian saya curahkan hanya untuk merawat Pak Kasur," ujar nenek sebelas cucu ini.
Untunglah, kelima putra-putrinya - Sursantio (lahir 1948), Suryaningdiah (1950), Suryo Prabowo (1951), Suryo Prasojo (1958), dan Suryo Pranoto (1962) - terus memompa semangatnya untuk bangkit. Begitu juga sobat, handai tolan, maupun para orang tua murid dan para guru sekolah TK-nya. Mereka silih berganti mencoba membongkar kebekuan Bu Kasur agar kembali meneruskan perjuangannya yang telah dirintis bersama Pak Kasur.
Bu Kasur sendiri sebenarnya tak pernah bermimpi kalau sebagian hidupnya bakal tertumpah untuk anak-anak. Sebagai anak sulung dari lima bersaudara, dia memang menerima kewajiban mengurus adik-adiknya. "Apalagi saya ini enggak punya latar belakang disiplin ilmu tertentu. Kalau ada yang bilang saya ini autodidak, mungkin ada benarnya, ya?" ujar wanita yang mengaku "hanya" lulusan sekolah setingkat SMU di zaman pendudukan Jepang dulu.
Semua itu tidak lain berkat dorongan Pak Kasur, yang dia anggap guru besarnya. "Setelah menikah dengan Pak Kasur, saya sering diajak terlibat dengan apa yang dikerjakannya. Waktu zaman Belanda, dia seorang guru HIS. Begitu pula saat menjadi pegawai Departemen Penerangan dan Pak Kasur sering mengumpulkan anak-anak di halaman rumah untuk siaran RRI," kata Bu Kasur yang menikah setahun setelah Indonesia merdeka, 1946.
Mula-mula memang dirasakannya berat ketika ia "dipaksa" Pak Kasur untuk menggantikannya siaran di RRI setiap kali suaminya sedang berhalangan, ke luar kota. "'Kamu bisa. Kamu harus bisa, sebab kamu mesti bantu saya' kata Bapak. Memang saya sempat gemetaran, grogi, dan ngomong tersendat-sendat waktu pertama kali siaran. Tapi syukurlah, lama-lama bisalah," kenangnya saat mengawali debutnya sebagai pengasuh acara anak-anak di media massa elektronik itu.
Bu Kasur dulu juga bekerja. Ia bertemu dengan pemuda Soerjono ketika sama-sama menjadi pegawai di Kantor Karesidenan Priangan, Bandung. "Tapi setelah punya anak, saya minta izin lagi untuk bekerja. Tetapi Bapak bilang, 'Boleh, bagus itu. Cuma kalau kamu kerja, aku yang di rumah. Itu 'kan anak kamu dan anakku, masa jadi anak simbok.' Lewat cara itu, dia melarang dengan bijaksana. Saya enggak jadi marah karena dilarang. Maka untuk mengisi waktu, saya menulis di majalah anak-anak," cerita Bu Kasur yang kini mengasuh salah satu rubrik di Majalah Bocil terbitan Gramedia Majalah.
Bijaksana. Itulah konon yang menjadi salah satu daya pukau pemuda Soerjono bagi pemudi Sandiah alias Bu Kasur. Sikap itu pula yang menjadi pegangan untuk menjalankan fitrah hidupnya hingga kini, termasuk dalam mendidik anak-anak.
"Saya mencoba meneladaninya. Kalau Bapak mengkritik atau memberi nasihat kepada siapa pun, tidak pernah bikin orang sakit hati, menang tanpa ngasorake (maksud kesampaian tanpa merendahkan martabat orang - Red.). Ketika mengkritik sambil menuding-nuding dengan jari telunjuk, kita sering lupa bahwa jari tengah, jari manis, dan kelingking mengarah ke tubuh kita. Itu sebenarnya mengandung falsafah bahwa mengkritik boleh, tapi kita harus lebih banyak mawas diri sebelum mengkritik orang lain," kata Bu Kasur.
Satu lagi wejangan suaminya yang tak pernah ia lupakan, "Kalau manis jangan langsung ditelan, kalau pahit jangan serta merta dimuntahkan." Maksudnya, kata Bu Kasur, kita mesti melihat proses, melakukan analisis, membuat kesimpulan, baru kemudian menentukan sikap dan tindakan yang akan dilakukan ketika menghadapi suatu peristiwa atau menyelesaikan persoalan.
Penghargaan
Atas jasanya di dunia pendidikan anak-anak, Ibu Kasur pernah menerima sejumlah penghargaan, antara lain Bintang Budaya Para Dharma pada tahun 1992, penghargaan dari Presiden dalam rangka Hari Anak Nasional (1988), serta Centro Culture Italiano Premio Adelaide Ristori Anno II dari Pemerintah Italia pada tahun 1976.
Terakhir Bu Kasur juga mengantungi penghargaan sebagai pembawa acara anak-anak legendaris di televisi. Penghargaan tersebut dipajang di ruang kerja Ibu Kasur. Di ruang yang sama terpampang juga foto-foto Pak Kasur. Namun, segala penghargaan itu, apa pun bentuknya, tidak lantas membuat Bu Kasur puas dan berbangga diri, apalagi menepuk dada.
Ia merasa belum apa-apa. Ia hanya menjalankan peran sebagai ibu dan ingin tetap dekat dengan dunia anak. Malah ia berharap ada yang dapat melanjutkan perjuangan Pak Kasur. Sekarang orang-orang yang seperti zaman dulu sudah langka. Mereka memang bagus-bagus, tapi terlalu berorientasi pada komersialisme. Dulu Pak Kasur dibilang terlalu idealis.
Ia mengaku, apa yang dia kerjakan sampai saat ini tidak berbeda dengan ketika ia mengasuh putra-putrinya sendiri. "Anak-anak saya didik lewat lagu atau tulisan. Saya tekankan etika, estetika,
etos kerja, dan kreativitas. Kita bisa mendidik anak secara lebih mudah dengan menggugah kreativitas mereka," tutur Bu Kasur.
Semasa hidup, almarhum sempat melanjutkan obsesi suami yang tertunda, yakni membuat film anak-anak. Lewat gagasannya, yang kemudian digarap Syamsudin, seorang juru kamera sekaligus produser, obsesi itu terwujud dengan diproduksinya film berjudul Amrin Membolos
read more
Jenazah almarhumah disemayamkan di rumah duka, Jalan Cikini V, Jakarta Pusat. Rumah yang didiami Ibu Kasur tersebut sekaligus menjadi Taman Kanak-kanak (TK) Mini Pak Kasur yang dikelola almarhumah sejak tahun 1968 bersama Pak Kasur-yang meninggal pada tahun 1992. Dikebumikan di Kaliori, Purwokerto, Jawa Tengah, Rabu 23/10/02. Almarhumah mengidap penyakit gula dan darah tinggi.
Sampai menjelang akhir hayat, Ibu Kasur selalu ingin mendidik anak-anak. Meski belakangan tidak lagi langsung mengajar, namun masih selalu secara rutin mengunjungi TK Mini Pak Kasur. Ia selalu akrab dengan anak-anak. Selalu mengajak tos kepada anak-anak untuk memberi salam. Kamis sepekan sebelum meninggal, Ibu Kasur masih menemani anak-anak dari lima cabang TK Mini Pak Kasur bertamasya ke Taman Safari, Cisarua, Jawa Barat. Ia masih tampak berseri-seri mengikuti acara dan sempat berfoto bersama, meski harus duduk di kursi roda. Ia terlihat gembira dengan wajah cerah. Sama sekali tidak terlihat lelah. Besoknya, Jumat siang, masih mengikuti acara presentasi produk obat dengan tema "Sehat di Hari Tua" di Hotel Ambhara Jakarta. Minggu malam, juga masih menghadiri perjamuan perkawinan
Guruh Soekarnoputra-Sabina.
Sebagian besar hidup tokoh pendidikan anak kelahiran Jakarta 16 Januari 1926 ini tercurah pada anak-anak. Selain mencipta lagu dan tampil di berbagai panggung acara televisi dan siaran radio, ia juga mengelola lima Taman Kanak-kanak "Mini" Pak Kasur yang berlokasi di kawasan Cikini (sekaligus rumah tinggal Bu Kasur), Cipinang Indah, Pasarminggu, Kemang Pratama di Jakarta, dan Banjar Tangerang.
Sudah banyak alumninya yang sudah menjadi orang besar. Diantaranya Presiden Megawati, Guruh dan Hayono Isman (mantan Menpora) serta Ateng (pelawak). Juga hampir seluruh cucu bahkan cicit H.M.
Soeharto, mantan presiden, sekolah di TK Mini Pak Kasur.
TK Mini berdiri sejak 1965 setelah Pak Kasur bersama keluarganya pindah ke Jakarta dari Bandung. Pada 1968 Pak Kasur purnakarya dari Depdikbud dalam kapasitasnya sebagai anggota Badan Sensor Film (BSF), Semula TK itu berada di rumahnya di Jln. H.
Agus Salim dengan Taman Kanak-kanak, Taman Putera, dan Taman Pemuda. Namun, Taman Putera dan Taman Pemuda tidak dikembangkan, bahkan ditutup. Untuk menampung anak-anak dari berbagai kelompok umur, TK Mini dibagi dalam tiga jenjang, yaitu "Parkit" untuk anak usia tiga tahun, "Kutilang" untuk anak empat tahun, dan "Cendrawasih" untuk anak lima tahun.
Bu Kasur tidak menganal kata bosan berkecimpung dalam dunia pendidikan dasar anak-anak. Menurutnya, ada kenikmatan tersendiri ketika mengamati bagaimana anak-anak itu berkembang dari hari ke hari. Kelucuan, kepolosan anak-anak membuatnya lebih 'hidup'.
Ada dinamika yang membuat dirinya bertambah 'kaya'. Seminggu sekali diadakan semacam upacara bendera untuk memperkenalkan anak pada lambang negara. Suatu kali ada seorang murid TK yang terlambat mengikuti upacara. Si anak tidak mau bergabung dan minta pulang karena terlambat. Tapi ibunya memaksa sampai anak itu menangis. Usut punya usut ia terlambat karena mobil harus mengantar ayahnya dulu ke kantor. "Lalu saya bilang pada si ibu, sifat malu datang terlambat itu mestinya dipelihara. Usul saya biar nanti tidak terlambat, si anak didrop lebih dulu, baru bapaknya. Bapaknya 'kan tidak menangis kalau terlambat masuk kantor? He-he-he ...," ceritanya.
Tidak jarang Bu Kasur mendapatkan persepsi keliru dari orang tua murid tentang cara dia mengajar. Suatu ketika, di lantai kelas ia menebarkan permen dengan perintah agar anak-anak memunguti permen itu sebanyak-banyaknya. Anak-anak pun kontan berebut. "Tahu-tahu ada ibu yang menunggui anaknya sekolah nyeletuk, 'Jangan ikut rebutan permen itu, nanti pulang sekolah ibu belikan coklat.'
"Waduh! Lalu saya jelaskan pada si ibu bahwa apa yang saya lakukan itu untuk melakukan observasi, dan hasilnya nanti akan saya pakai sebagai bahan untuk mengembangkan sifat-sifat positif anak. Ketika anak-anak mendapat perintah untuk mengumpulkan permen sebanyak-banyaknya, ada yang mengambil satu-dua, balik lagi, ambil lagi. Tapi ada yang kerjanya efisien dengan meraup sebanyak-banyaknya, lalu ditaruh di ujung kemejanya, baru diletakkan di meja saya. Dari situlah saya melakukan observasi," terang Bu Kasur. Ia juga mengatakan, sistem belajar sambil bermain bisa mendeteksi secara dini kalau ada kelainan kejiwaan seperti fobi ketinggian, fobi lingkungan, atau kelainan buta warna pada anak.
Bahasa Inggris juga diajarkan di sekolah TK Mini. Namun, itu sekadar pengenalan sifatnya. "Hanya seminggu sekali dalam satu jam. Tujuannya agar anak terbiasa mendengar bahasa yang lain dari bahasa ibunya. Biasanya diajarkan lewat lagu. Kalau lagunya hafal, lama-lama artinya juga. Lagu-lagu Pak Kasur pun tetap dipakai, karena lagu-lagu Bapak berpengetahuan," kata Bu Kasur.
Pada tahun 1950-an, bersama Pak Kasur, almarhumah mengasuh siaran anak-anak di RRI Jakarta. Ketika TVRI berdiri pada tahun 1962, Ibu Kasur mengasuh acara serupa, yaitu Arena Anak-anak dan Mengenal Tanah Airku. Pada awal tahun 1970-an, Ibu Kasur dikenal sebagai pengasuh acara Taman Indria di TVRI. Ketika televisi swasta muncul, almarhumah juga hadir di acara Hip Hip Ceria di RCTI.
Seperti halnya Pak Kasur, Ibu Kasur juga dikenal sebagai pencipta lagu. Di antara lagu ciptaan almarhumah yang terkenal sampai sekarang adalah Kucingku, Bertepuk Tangan, dan Main Sembunyi. Sekadar mengingatkan, inilah lirik awal lagu Main Sembunyi : ... Siapa itu di belakang pintu/ sedang sembunyi/ perutnya gendut, hidungnya mancung/ Tentu si Honi.
Belakangan, dalam kaset
lagu anak-anak dari Ibu Kasur, nama Honi berubah menjadi Dodi. Dan, rupanya nama dalam lagu itu bisa berubah sesuai dengan situasi. Asal tahu saja, nama Honi diambil dari murid Ibu Kasur yang kini berprofesi sebagai dokter di Jakarta.
Tak seberapa banyak memang karya lagu ciptaan Bu Kasur dibandingkan dengan karya-karya suaminya yang mencapai sekitar 140 lagu. "Tak sampai 20 lagu saya," kata Bu Kasur tentang jumlah karyanya.
Apalagi di usianya yang sudah kepala tujuh (lahir 16 Januari 1926 di Jakarta), ia nyaris tidak lagi memproduksi lagu. Untuk ukuran
wanita seusianya, Bu Kasur masih tergolong cukup energik; menerima tetamunya yang hampir tiap hari mengalir ke rumahnya, terutama orang tua murid; masih giat mengikuti pelbagai acara (seperti berdarmawisata) yang diselenggarakan oleh sejumlah Taman Kanak-kanak di bawah Yayasan Setia Balita yang dipimpinnya. Ia juga menjadi pembicara seminar di berbagai tempat, atau menjadi juri di pelbagai lomba kreativitas maupun menyanyi
lagu anak-anak.
Senyumnya yang khas mengembang saat pikirannya menerawang ke masa hampir empat puluh tahun lalu ketika
wanita itu masih membawakan acara Taman Indria, Arena Anak-anak, dan Mengenal Tanah Air di TVRI. "Jadi, sejak 1962 saya sudah menjadi pengasuh acara-acara itu di TVRI," kenangnya.
Bu Kasur memang dikenal karena mengasuh sejumlah acara anak-anak di televisi dan juga radio. Dunia anak-anak sepertinya tak bisa lepas dari kehidupan Bu Kasur dan juga suaminya. Dengan penuh kesabaran dan ketulusan, pasangan suami-istri itu membimbing anak-anak belajar sambil bermain. Juga bernyanyi!
Belajar sambil bermain, bermain sambil belajar. Itulah kata kunci yang melandasi pola pikir dan pola tindak yang senantiasa dihayati dan dilaksanakan hingga sekarang dalam mengelola sekolah Taman Kanak-kanaknya. "Lagu Sayang Semua, misalnya, itu mengandung unsur pembelajaran sekaligus pendidikan meski sederhana. Lagu itu lahir karena saya ingin mengajar anak-anak mengenali dan menanamkan rasa cinta kepada anggota keluarga sambil memperkenalkan angka-angka," tutur Bu Kasur sambil mengaku terkejut campur bahagia ketika pihak PT Unilever memberikan semacam royalti kepadanya karena lagu itu dipakai sebagai jingle atau theme song dalam salah satu iklan susu mereka.
Kesederhanaan, demikian Bu Kasur, memang mutlak menjadi karakteristik
lagu anak-anak. Sederhana lagunya, sederhana syairnya. Sampai-sampai Bu Kasur berusaha sebisa mungkin menghindari pemakaian huruf "r" pada syair-syair lagunya seperti dipesankan dan dilakukan mendiang Pak Kasur. "Alasannya, huruf 'r' itu 'kan termasuk huruf yang relatif sulit di lidah anak-anak," terang Bu Kasur.
Semangat hidup maupun dedikasinya terhadap dunia anak-anak terus menggebu sampai pada tahun 1992 obor spirit yang menyala-nyala itu nyaris padam tak berbara ketika sang suami tercinta dipanggil menghadap Tuhan.
wanita keturunan Jawa itu terpuruk. Setahun lamanya, nyaris tak ada yang ingin dilakukannya. "Saya kehilangan semangat," tutur Bu Kasur.
Bahkan selama sang suami menderita sakit sebelum meninggal pun, ia sudah memutuskan berhenti dari seluruh kegiatannya di berbagai program televisi asuhannya serta kegiatan lain. "Semua waktu, tenaga, dan perhatian saya curahkan hanya untuk merawat Pak Kasur," ujar nenek sebelas cucu ini.
Untunglah, kelima putra-putrinya - Sursantio (lahir 1948), Suryaningdiah (1950), Suryo Prabowo (1951), Suryo Prasojo (1958), dan Suryo Pranoto (1962) - terus memompa semangatnya untuk bangkit. Begitu juga sobat, handai tolan, maupun para orang tua murid dan para guru sekolah TK-nya. Mereka silih berganti mencoba membongkar kebekuan Bu Kasur agar kembali meneruskan perjuangannya yang telah dirintis bersama Pak Kasur.
Bu Kasur sendiri sebenarnya tak pernah bermimpi kalau sebagian hidupnya bakal tertumpah untuk anak-anak. Sebagai anak sulung dari lima bersaudara, dia memang menerima kewajiban mengurus adik-adiknya. "Apalagi saya ini enggak punya latar belakang disiplin ilmu tertentu. Kalau ada yang bilang saya ini autodidak, mungkin ada benarnya, ya?" ujar wanita yang mengaku "hanya" lulusan sekolah setingkat SMU di zaman pendudukan Jepang dulu.
Semua itu tidak lain berkat dorongan Pak Kasur, yang dia anggap guru besarnya. "Setelah menikah dengan Pak Kasur, saya sering diajak terlibat dengan apa yang dikerjakannya. Waktu zaman Belanda, dia seorang guru HIS. Begitu pula saat menjadi pegawai Departemen Penerangan dan Pak Kasur sering mengumpulkan anak-anak di halaman rumah untuk siaran RRI," kata Bu Kasur yang menikah setahun setelah Indonesia merdeka, 1946.
Mula-mula memang dirasakannya berat ketika ia "dipaksa" Pak Kasur untuk menggantikannya siaran di RRI setiap kali suaminya sedang berhalangan, ke luar kota. "'Kamu bisa. Kamu harus bisa, sebab kamu mesti bantu saya' kata Bapak. Memang saya sempat gemetaran, grogi, dan ngomong tersendat-sendat waktu pertama kali siaran. Tapi syukurlah, lama-lama bisalah," kenangnya saat mengawali debutnya sebagai pengasuh acara anak-anak di media massa elektronik itu.
Bu Kasur dulu juga bekerja. Ia bertemu dengan pemuda Soerjono ketika sama-sama menjadi pegawai di Kantor Karesidenan Priangan, Bandung. "Tapi setelah punya anak, saya minta izin lagi untuk bekerja. Tetapi Bapak bilang, 'Boleh, bagus itu. Cuma kalau kamu kerja, aku yang di rumah. Itu 'kan anak kamu dan anakku, masa jadi anak simbok.' Lewat cara itu, dia melarang dengan bijaksana. Saya enggak jadi marah karena dilarang. Maka untuk mengisi waktu, saya menulis di majalah anak-anak," cerita Bu Kasur yang kini mengasuh salah satu rubrik di Majalah Bocil terbitan Gramedia Majalah.
Bijaksana. Itulah konon yang menjadi salah satu daya pukau pemuda Soerjono bagi pemudi Sandiah alias Bu Kasur. Sikap itu pula yang menjadi pegangan untuk menjalankan fitrah hidupnya hingga kini, termasuk dalam mendidik anak-anak.
"Saya mencoba meneladaninya. Kalau Bapak mengkritik atau memberi nasihat kepada siapa pun, tidak pernah bikin orang sakit hati, menang tanpa ngasorake (maksud kesampaian tanpa merendahkan martabat orang - Red.). Ketika mengkritik sambil menuding-nuding dengan jari telunjuk, kita sering lupa bahwa jari tengah, jari manis, dan kelingking mengarah ke tubuh kita. Itu sebenarnya mengandung falsafah bahwa mengkritik boleh, tapi kita harus lebih banyak mawas diri sebelum mengkritik orang lain," kata Bu Kasur.
Satu lagi wejangan suaminya yang tak pernah ia lupakan, "Kalau manis jangan langsung ditelan, kalau pahit jangan serta merta dimuntahkan." Maksudnya, kata Bu Kasur, kita mesti melihat proses, melakukan analisis, membuat kesimpulan, baru kemudian menentukan sikap dan tindakan yang akan dilakukan ketika menghadapi suatu peristiwa atau menyelesaikan persoalan.
Penghargaan
Atas jasanya di dunia pendidikan anak-anak, Ibu Kasur pernah menerima sejumlah penghargaan, antara lain Bintang Budaya Para Dharma pada tahun 1992, penghargaan dari Presiden dalam rangka Hari Anak Nasional (1988), serta Centro Culture Italiano Premio Adelaide Ristori Anno II dari Pemerintah Italia pada tahun 1976.
Terakhir Bu Kasur juga mengantungi penghargaan sebagai pembawa acara anak-anak legendaris di televisi. Penghargaan tersebut dipajang di ruang kerja Ibu Kasur. Di ruang yang sama terpampang juga foto-foto Pak Kasur. Namun, segala penghargaan itu, apa pun bentuknya, tidak lantas membuat Bu Kasur puas dan berbangga diri, apalagi menepuk dada.
Ia merasa belum apa-apa. Ia hanya menjalankan peran sebagai ibu dan ingin tetap dekat dengan dunia anak. Malah ia berharap ada yang dapat melanjutkan perjuangan Pak Kasur. Sekarang orang-orang yang seperti zaman dulu sudah langka. Mereka memang bagus-bagus, tapi terlalu berorientasi pada komersialisme. Dulu Pak Kasur dibilang terlalu idealis.
Ia mengaku, apa yang dia kerjakan sampai saat ini tidak berbeda dengan ketika ia mengasuh putra-putrinya sendiri. "Anak-anak saya didik lewat lagu atau tulisan. Saya tekankan etika, estetika,
etos kerja, dan kreativitas. Kita bisa mendidik anak secara lebih mudah dengan menggugah kreativitas mereka," tutur Bu Kasur.
Semasa hidup, almarhum sempat melanjutkan obsesi suami yang tertunda, yakni membuat film anak-anak. Lewat gagasannya, yang kemudian digarap Syamsudin, seorang juru kamera sekaligus produser, obsesi itu terwujud dengan diproduksinya film berjudul Amrin Membolos
Sumber : http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/1342-legenda-tokoh-pendidikan-anak
http://id.wikipedia.org/wiki/Ibu_Kasur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar