Kamis, 05 Juni 2014

UU Perlindungan Konsumen dan Contoh Kasus

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN

Menetapkan:
UNDANG UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I  : KETENTUAN UMUM
BAB II  : ASAS DAN TUJUAN
BAB III : HAK DAN KEWAJIBAN
BAB IV  : PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
BAB V  : KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
BAB VI  : TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
BAB VII : PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
BAB VIII: BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL
BAB IX  : LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT
BAB X  : PENYELESAIAN SENGKETA
BAB XI  : BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
BAB XII : PENYIDIKAN
BAB XIII: SANKSI
BAB XIV : KETENTUAN PERALIHAN
BAB XV  : KETENTUAN PENUTUP

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 20 April 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

read more
untuk selengkapnya Download UU No 8 Tahun 1999 Disini

Contoh Kasus Perlindungan Konsumen :

Kemenangan konsumen atas pelaku usaha dalam kasus Anny R. Gultom cs Vs Secure Parking patut mendapat apresiasi yang tinggi. Kemenangan ini sesungguhnya merupakan tonggak bersejarah bagi upaya perlindungan konsumen di Indonesia.
Sesungguhnya sudah sejak lama hak-hak konsumen diabaikan oleh para pelaku usaha, bahkan sejak lahirnya UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kasus mencuat saat ini adalah kasus obat nyamuk HIT, kasus ini merupakan cerminan bagaimana para pelaku usaha tidak mau memberikan informasi yang cukup dan memadai tentang kandungan dari obat nyamuk tersebut. Belum lagi terdapat penelitian dari suatu lembaga penelitian independen di Jakarta yang menemukan fakta bahwa pada umumnya pasta gigi mengandung bahan detergent yang membahayakan bagi kesehatan. Dalam kasus-kasus kecil, bisa terlihat dengan gamblang bagaimana perlakuan pelaku usaha yang bergerak di bidang industri retail dalam urusan uang kembalian pecahan Rp. 25,00 dan Rp. 50,00. Yang ini malah lebih parah lagi perlakuannya, biasanya diganti dengan permen dalam berbagai jenisnya (biasanya terjadi di supermarket) atau kalau tidak malah dianggap sumbangan (ini biasanya di minimarket).

Banyak orang tidak (mau) menyadari bagaimana pelanggaran hak-hak konsumen dilakukan secara sistematis oleh kalangan pelaku usaha, dan cenderung mengambil sikap tidak ingin ribut. Dalam kasus parkir, kita bisa membayangkan jawaban apa yang akan diterima apabila konsumen berani mengajukan komplain atas kehilangan sebagian atau seluruh kendaraan yang dititipkan pada pelaku usaha? Apalagi jika kita meributkan masalah uang kembalian yang (mungkin) menurut sebagian orang tidak ada nilainya. Masalah uang kembalian menurut saya menimbulkan masalah legal – political, disamping masalah hukum yang muncul karena uang menjadi alat tukar yang sah dan bukannya permen hal ini juga mempunyai implikasi dengan kebanggan nasional kita dalam pemakaian uang rupiah.


Hukum perjanjian yang berlaku selama ini mengandaikan adanya kesamaan posisi tawar diantara para pihak, namun dalam kenyataannya asumsi yang ada tidaklah mungkin terjadi apabila perjanjian dibuat antara pelaku usaha dengan konsumen. Konsumen pada saat membuat perjanjian dengan pelaku usaha posisi tawarnya menjadi rendah, untuk itu diperlukan peran dari negara untuk menjadi penyeimbang ketidak samaan posisi tawar ini melalui undang-undang. Tetapi peran konsumen yang berdaya juga harus terus menerus dikuatkan dan disebarluaskan. 

               http://siswaspk.kemendag.go.id/artikel/123

Tidak ada komentar:

Posting Komentar