UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
UNDANG UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
BAB I : KETENTUAN UMUM
BAB II : ASAS DAN TUJUAN
BAB III : HAK DAN KEWAJIBAN
BAB IV : PERBUATAN YANG DILARANG
BAGI PELAKU USAHA
BAB V : KETENTUAN PENCANTUMAN
KLAUSULA BAKU
BAB VI : TANGGUNG JAWAB PELAKU
USAHA
BAB VII : PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
BAB VIII: BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
NASIONAL
BAB IX : LEMBAGA PERLINDUNGAN
KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT
BAB X : PENYELESAIAN SENGKETA
BAB XI : BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
BAB XII : PENYIDIKAN
BAB XIII: SANKSI
BAB XIV : KETENTUAN PERALIHAN
BAB XV : KETENTUAN PENUTUP
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 20 April 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
untuk selengkapnya Download UU No 8 Tahun 1999 Disini
Contoh Kasus
Perlindungan Konsumen :
Kemenangan
konsumen atas pelaku usaha dalam kasus Anny R. Gultom cs Vs Secure Parking
patut mendapat apresiasi yang tinggi. Kemenangan ini sesungguhnya merupakan
tonggak bersejarah bagi upaya perlindungan konsumen di Indonesia.
Sesungguhnya sudah sejak lama hak-hak konsumen diabaikan oleh para pelaku
usaha, bahkan sejak lahirnya UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kasus mencuat saat ini adalah kasus obat nyamuk HIT, kasus ini merupakan
cerminan bagaimana para pelaku usaha tidak mau memberikan informasi yang cukup
dan memadai tentang kandungan dari obat nyamuk tersebut. Belum lagi terdapat
penelitian dari suatu lembaga penelitian independen di Jakarta yang menemukan
fakta bahwa pada umumnya pasta gigi mengandung bahan detergent yang membahayakan
bagi kesehatan. Dalam kasus-kasus kecil, bisa terlihat dengan gamblang
bagaimana perlakuan pelaku usaha yang bergerak di bidang industri retail dalam
urusan uang kembalian pecahan Rp. 25,00 dan Rp. 50,00. Yang ini malah lebih
parah lagi perlakuannya, biasanya diganti dengan permen dalam berbagai jenisnya
(biasanya terjadi di supermarket) atau kalau tidak malah dianggap sumbangan
(ini biasanya di minimarket).
Banyak
orang tidak (mau) menyadari bagaimana pelanggaran hak-hak konsumen dilakukan
secara sistematis oleh kalangan pelaku usaha, dan cenderung mengambil sikap
tidak ingin ribut. Dalam kasus parkir, kita bisa membayangkan jawaban apa yang
akan diterima apabila konsumen berani mengajukan komplain atas kehilangan
sebagian atau seluruh kendaraan yang dititipkan pada pelaku usaha? Apalagi jika
kita meributkan masalah uang kembalian yang (mungkin) menurut sebagian orang
tidak ada nilainya. Masalah uang kembalian menurut saya menimbulkan masalah
legal – political, disamping masalah hukum yang muncul karena uang menjadi alat
tukar yang sah dan bukannya permen hal ini juga mempunyai implikasi dengan
kebanggan nasional kita dalam pemakaian uang rupiah.
Hukum
perjanjian yang berlaku selama ini mengandaikan adanya kesamaan posisi tawar
diantara para pihak, namun dalam kenyataannya asumsi yang ada tidaklah mungkin
terjadi apabila perjanjian dibuat antara pelaku usaha dengan konsumen. Konsumen
pada saat membuat perjanjian dengan pelaku usaha posisi tawarnya menjadi
rendah, untuk itu diperlukan peran dari negara untuk menjadi penyeimbang
ketidak samaan posisi tawar ini melalui undang-undang. Tetapi peran konsumen
yang berdaya juga harus terus menerus dikuatkan dan disebarluaskan.
http://siswaspk.kemendag.go.id/artikel/123
Tidak ada komentar:
Posting Komentar