Articulate The ability to speak fluently and coherently,
injecting ideas, information, and feelings - In the right way, at the right
time and in the right place. ‘speaking’ is more than transmitting words and
data with pitch, pace and tone; or initiating and responding to communication
- it also encompasses the concept of
deploying symbols, gestures, and objects. Your products, services, systems,
employees and consumers all have to ‘speak’ to each other internally and
externally. Articulation is also the ability to break things down, join them
together and manipulate them in a coordinated yet ‘fuzzy’ way. This idea of
eliciting Gestalism advocates that, “the whole is other than the sum parts” –
there is a bigger picture being painted.
Senin, 30 Juni 2014
Sabtu, 28 Juni 2014
KPPU Hukum PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
Terbukti
melakukan penguasaan dan praktek diskriminasi terhadap produksi dan pemasaran
barang/jasa di wilayah Bandar Udara Soekarno – Hatta, Majelis Komisi KPPU
memutuskan PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk itu, PT. Angkasa Pura II diwajibkan
untuk membayar denda sebesar Rp 3.402.000.000, dan PT Telekomunikasi Indonesia
Tbk diwajibkan membayar denda sebesar Rp 2.109.240.000. Sedangkan untuk dugaan
pasal lainnya, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Angkasa Pura II tidak
terbukti melanggar Pasal 17 ayat 1 (tentang Monopoli) , dan Pasal 19 huruf c
dan d (tentang pembatasan peredaran barang/jasa, dan praktek diskriminasi),
Di
sisi lain, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian Badan Usaha Milik
Negara untuk meninjau kembali Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 05/MBU/2008
tanggal 3 September 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
BUMN yang didalamnya diatur mengenai sinergi BUMN yang mengizinkan BUMN untuk
melakukan penunjukan langsung guna mencapai efisiens. Selain itu, Majelis Komisi
merekomendasikan kepada Kementerian BUMN agar memperhatikan prinsip – prinsip
persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999.
KPPU Hukum PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
Terbukti
melakukan penguasaan dan praktek diskriminasi terhadap produksi dan pemasaran
barang/jasa di wilayah Bandar Udara Soekarno – Hatta, Majelis Komisi KPPU
memutuskan PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk itu, PT. Angkasa Pura II diwajibkan
untuk membayar denda sebesar Rp 3.402.000.000, dan PT Telekomunikasi Indonesia
Tbk diwajibkan membayar denda sebesar Rp 2.109.240.000. Sedangkan untuk dugaan
pasal lainnya, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Angkasa Pura II tidak
terbukti melanggar Pasal 17 ayat 1 (tentang Monopoli) , dan Pasal 19 huruf c
dan d (tentang pembatasan peredaran barang/jasa, dan praktek diskriminasi),
Di
sisi lain, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian Badan Usaha Milik
Negara untuk meninjau kembali Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 05/MBU/2008
tanggal 3 September 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
BUMN yang didalamnya diatur mengenai sinergi BUMN yang mengizinkan BUMN untuk
melakukan penunjukan langsung guna mencapai efisiens. Selain itu, Majelis Komisi
merekomendasikan kepada Kementerian BUMN agar memperhatikan prinsip – prinsip
persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999.
KPPU Hukum PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
Terbukti
melakukan penguasaan dan praktek diskriminasi terhadap produksi dan pemasaran
barang/jasa di wilayah Bandar Udara Soekarno – Hatta, Majelis Komisi KPPU
memutuskan PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk itu, PT. Angkasa Pura II diwajibkan
untuk membayar denda sebesar Rp 3.402.000.000, dan PT Telekomunikasi Indonesia
Tbk diwajibkan membayar denda sebesar Rp 2.109.240.000. Sedangkan untuk dugaan
pasal lainnya, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Angkasa Pura II tidak
terbukti melanggar Pasal 17 ayat 1 (tentang Monopoli) , dan Pasal 19 huruf c
dan d (tentang pembatasan peredaran barang/jasa, dan praktek diskriminasi),
Di
sisi lain, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian Badan Usaha Milik
Negara untuk meninjau kembali Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 05/MBU/2008
tanggal 3 September 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
BUMN yang didalamnya diatur mengenai sinergi BUMN yang mengizinkan BUMN untuk
melakukan penunjukan langsung guna mencapai efisiens. Selain itu, Majelis Komisi
merekomendasikan kepada Kementerian BUMN agar memperhatikan prinsip – prinsip
persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999. (nsa)
BEDAH KASUS :
Kasus
yang menimpa PT AP II dan PT Telkom Indonesia yang diduga melakukan pelanggaran
persaingan usaha yang terjadi di bandara internasional SOETTA mengenai
penggunaan e-pos. PT Telkom Tbk menjadi rekanan Angkasa Pura II dalam
menjalankan sistem tersebut. Pada mulanya, Telkom mengajukan proposal
penggunaan sistem e-Pos tersebut kepada Angkasa Pura II. Berdasarkan laporan
masyarakat kepada investigator KPPU, proposal tersebut diterima oleh Angkasa
Pura II dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) kepada seluruh tenant sehingga
semua tenant (penyewa) yang berada di Bandara Soetta wajib menggunakan sistem
ini.
Menurutnya, hubungan antara PT Angkasa Pura II (AP II) sebagai pengelola Bandara Soetta dan Telkom dalam bisnis ini hanyalah menjalankan sinergi antar BUMN seperti diperintahkan Menteri BUMN. Di mana, dalam menjalankan kegiatan usahanya di Bandara Soetta, AP II perlu layanan jasa internet bagi penyewa di sana. "Telkom pun mengusukan layanan telekomunikasi yang dibutuhkan AP II dalam bentuk e-Pos," katanya.
Ia juga memaparkan bahwa tidak ada pemaksaan terhadap tenant dari AP II untuk menggunakan layanan e-Pos Telkom. Buktinya, kata Rudi, tidak semua tenant di Bandara Soetta ini yang menggunakan layanan e-Pos Telkom. "Jadi tidak ada kewajiban bagi tenant untuk membeli layanan e-Pos ini," tegasnya.
Layanan e-Pos adalah salah satu sistem untuk mengetahui pemasukan dari tenant yang ada di Bandara Soetta. Berdasarkan perjanjian kerja sama antara Angkasa Pura II dan tenant yang membuka usaha di bandara, Angkasa Pura II berhak mendapatkan persenan dari keuntungan yang diperoleh tenant. Sistem ini dimaksud untuk memastikan total royalti yang akan diterima Angkasa Pura II.
Menurutnya, hubungan antara PT Angkasa Pura II (AP II) sebagai pengelola Bandara Soetta dan Telkom dalam bisnis ini hanyalah menjalankan sinergi antar BUMN seperti diperintahkan Menteri BUMN. Di mana, dalam menjalankan kegiatan usahanya di Bandara Soetta, AP II perlu layanan jasa internet bagi penyewa di sana. "Telkom pun mengusukan layanan telekomunikasi yang dibutuhkan AP II dalam bentuk e-Pos," katanya.
Ia juga memaparkan bahwa tidak ada pemaksaan terhadap tenant dari AP II untuk menggunakan layanan e-Pos Telkom. Buktinya, kata Rudi, tidak semua tenant di Bandara Soetta ini yang menggunakan layanan e-Pos Telkom. "Jadi tidak ada kewajiban bagi tenant untuk membeli layanan e-Pos ini," tegasnya.
Layanan e-Pos adalah salah satu sistem untuk mengetahui pemasukan dari tenant yang ada di Bandara Soetta. Berdasarkan perjanjian kerja sama antara Angkasa Pura II dan tenant yang membuka usaha di bandara, Angkasa Pura II berhak mendapatkan persenan dari keuntungan yang diperoleh tenant. Sistem ini dimaksud untuk memastikan total royalti yang akan diterima Angkasa Pura II.
Tidak
selesai sampai disitu saja, PT AP II dan PT Telkom Indonesia melalukan banding
mengenai perkara ini atas putusan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara jasa penyediaan jasa
jaringan telekomunikasi atau e-Pos dan jaringan fiber optic di
Bandara Soekarno-Hatta. Dari kedua pihak
terduga melakukan segala cara untuk menguatkan argument bahwa mereka tidak
melakukan tindakan seperti yang diduga oleh KPPU.
Namun,
upaya banding tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan oleh Para
Terduga. Putusan KPPU pun telah dilayangkan dan KPPU menjatuhkan putusan
bersalah kepada PT Angkasa Pura II dan PT Telkom dalam perkara penyediaan jasa
jaringan telekomunikasi atau e-Pos dan jaringan fiber optic di
Bandara Soekarno-Hatta.
Kedua perusahaan itu dinilai secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PT Angkasa Pura diwajibkan membayar denda Rp 3,4 miliar serta PT Telkom harus membayar denda senilai Rp 2,1 miliar.
Kedua perusahaan itu dinilai secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PT Angkasa Pura diwajibkan membayar denda Rp 3,4 miliar serta PT Telkom harus membayar denda senilai Rp 2,1 miliar.
Referensi :
http://www.tempo.co/read/news/2014/05/19/090578739/Angkasa-Pura-II-Ajukan-Banding-atas-Putusan-KPPU
KPPU Hukum PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
Terbukti
melakukan penguasaan dan praktek diskriminasi terhadap produksi dan pemasaran
barang/jasa di wilayah Bandar Udara Soekarno – Hatta, Majelis Komisi KPPU
memutuskan PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk itu, PT. Angkasa Pura II diwajibkan
untuk membayar denda sebesar Rp 3.402.000.000, dan PT Telekomunikasi Indonesia
Tbk diwajibkan membayar denda sebesar Rp 2.109.240.000. Sedangkan untuk dugaan
pasal lainnya, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Angkasa Pura II tidak
terbukti melanggar Pasal 17 ayat 1 (tentang Monopoli) , dan Pasal 19 huruf c
dan d (tentang pembatasan peredaran barang/jasa, dan praktek diskriminasi),
Di
sisi lain, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian Badan Usaha Milik
Negara untuk meninjau kembali Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 05/MBU/2008
tanggal 3 September 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
BUMN yang didalamnya diatur mengenai sinergi BUMN yang mengizinkan BUMN untuk
melakukan penunjukan langsung guna mencapai efisiens. Selain itu, Majelis Komisi
merekomendasikan kepada Kementerian BUMN agar memperhatikan prinsip – prinsip
persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999. (nsa)
BEDAH KASUS :
Kasus
yang menimpa PT AP II dan PT Telkom Indonesia yang diduga melakukan pelanggaran
persaingan usaha yang terjadi di bandara internasional SOETTA mengenai
penggunaan e-pos. PT Telkom Tbk menjadi rekanan Angkasa Pura II dalam
menjalankan sistem tersebut. Pada mulanya, Telkom mengajukan proposal
penggunaan sistem e-Pos tersebut kepada Angkasa Pura II. Berdasarkan laporan
masyarakat kepada investigator KPPU, proposal tersebut diterima oleh Angkasa
Pura II dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) kepada seluruh tenant sehingga
semua tenant (penyewa) yang berada di Bandara Soetta wajib menggunakan sistem
ini.
Menurutnya, hubungan antara PT Angkasa Pura II (AP II) sebagai pengelola Bandara Soetta dan Telkom dalam bisnis ini hanyalah menjalankan sinergi antar BUMN seperti diperintahkan Menteri BUMN. Di mana, dalam menjalankan kegiatan usahanya di Bandara Soetta, AP II perlu layanan jasa internet bagi penyewa di sana. "Telkom pun mengusukan layanan telekomunikasi yang dibutuhkan AP II dalam bentuk e-Pos," katanya.
Ia juga memaparkan bahwa tidak ada pemaksaan terhadap tenant dari AP II untuk menggunakan layanan e-Pos Telkom. Buktinya, kata Rudi, tidak semua tenant di Bandara Soetta ini yang menggunakan layanan e-Pos Telkom. "Jadi tidak ada kewajiban bagi tenant untuk membeli layanan e-Pos ini," tegasnya.
Layanan e-Pos adalah salah satu sistem untuk mengetahui pemasukan dari tenant yang ada di Bandara Soetta. Berdasarkan perjanjian kerja sama antara Angkasa Pura II dan tenant yang membuka usaha di bandara, Angkasa Pura II berhak mendapatkan persenan dari keuntungan yang diperoleh tenant. Sistem ini dimaksud untuk memastikan total royalti yang akan diterima Angkasa Pura II.
Menurutnya, hubungan antara PT Angkasa Pura II (AP II) sebagai pengelola Bandara Soetta dan Telkom dalam bisnis ini hanyalah menjalankan sinergi antar BUMN seperti diperintahkan Menteri BUMN. Di mana, dalam menjalankan kegiatan usahanya di Bandara Soetta, AP II perlu layanan jasa internet bagi penyewa di sana. "Telkom pun mengusukan layanan telekomunikasi yang dibutuhkan AP II dalam bentuk e-Pos," katanya.
Ia juga memaparkan bahwa tidak ada pemaksaan terhadap tenant dari AP II untuk menggunakan layanan e-Pos Telkom. Buktinya, kata Rudi, tidak semua tenant di Bandara Soetta ini yang menggunakan layanan e-Pos Telkom. "Jadi tidak ada kewajiban bagi tenant untuk membeli layanan e-Pos ini," tegasnya.
Layanan e-Pos adalah salah satu sistem untuk mengetahui pemasukan dari tenant yang ada di Bandara Soetta. Berdasarkan perjanjian kerja sama antara Angkasa Pura II dan tenant yang membuka usaha di bandara, Angkasa Pura II berhak mendapatkan persenan dari keuntungan yang diperoleh tenant. Sistem ini dimaksud untuk memastikan total royalti yang akan diterima Angkasa Pura II.
Tidak
selesai sampai disitu saja, PT AP II dan PT Telkom Indonesia melalukan banding
mengenai perkara ini atas putusan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara jasa penyediaan jasa
jaringan telekomunikasi atau e-Pos dan jaringan fiber optic di
Bandara Soekarno-Hatta. Dari kedua pihak
terduga melakukan segala cara untuk menguatkan argument bahwa mereka tidak
melakukan tindakan seperti yang diduga oleh KPPU.
Namun,
upaya banding tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan oleh Para
Terduga. Putusan KPPU pun telah dilayangkan dan KPPU menjatuhkan putusan
bersalah kepada PT Angkasa Pura II dan PT Telkom dalam perkara penyediaan jasa
jaringan telekomunikasi atau e-Pos dan jaringan fiber optic di
Bandara Soekarno-Hatta.
Kedua perusahaan itu dinilai secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PT Angkasa Pura diwajibkan membayar denda Rp 3,4 miliar serta PT Telkom harus membayar denda senilai Rp 2,1 miliar.
Kedua perusahaan itu dinilai secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PT Angkasa Pura diwajibkan membayar denda Rp 3,4 miliar serta PT Telkom harus membayar denda senilai Rp 2,1 miliar.
Referensi :
http://www.tempo.co/read/news/2014/05/19/090578739/Angkasa-Pura-II-Ajukan-Banding-atas-Putusan-KPPU
KPPU Hukum PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
Terbukti
melakukan penguasaan dan praktek diskriminasi terhadap produksi dan pemasaran
barang/jasa di wilayah Bandar Udara Soekarno – Hatta, Majelis Komisi KPPU
memutuskan PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk itu, PT. Angkasa Pura II diwajibkan
untuk membayar denda sebesar Rp 3.402.000.000, dan PT Telekomunikasi Indonesia
Tbk diwajibkan membayar denda sebesar Rp 2.109.240.000. Sedangkan untuk dugaan
pasal lainnya, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Angkasa Pura II tidak
terbukti melanggar Pasal 17 ayat 1 (tentang Monopoli) , dan Pasal 19 huruf c
dan d (tentang pembatasan peredaran barang/jasa, dan praktek diskriminasi),
Di
sisi lain, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian Badan Usaha Milik
Negara untuk meninjau kembali Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 05/MBU/2008
tanggal 3 September 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
BUMN yang didalamnya diatur mengenai sinergi BUMN yang mengizinkan BUMN untuk
melakukan penunjukan langsung guna mencapai efisiens. Selain itu, Majelis Komisi
merekomendasikan kepada Kementerian BUMN agar memperhatikan prinsip – prinsip
persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999. (nsa)
BEDAH KASUS :
Kasus
yang menimpa PT AP II dan PT Telkom Indonesia yang diduga melakukan pelanggaran
persaingan usaha yang terjadi di bandara internasional SOETTA mengenai
penggunaan e-pos. PT Telkom Tbk menjadi rekanan Angkasa Pura II dalam
menjalankan sistem tersebut. Pada mulanya, Telkom mengajukan proposal
penggunaan sistem e-Pos tersebut kepada Angkasa Pura II. Berdasarkan laporan
masyarakat kepada investigator KPPU, proposal tersebut diterima oleh Angkasa
Pura II dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) kepada seluruh tenant sehingga
semua tenant (penyewa) yang berada di Bandara Soetta wajib menggunakan sistem
ini.
Menurutnya, hubungan antara PT Angkasa Pura II (AP II) sebagai pengelola Bandara Soetta dan Telkom dalam bisnis ini hanyalah menjalankan sinergi antar BUMN seperti diperintahkan Menteri BUMN. Di mana, dalam menjalankan kegiatan usahanya di Bandara Soetta, AP II perlu layanan jasa internet bagi penyewa di sana. "Telkom pun mengusukan layanan telekomunikasi yang dibutuhkan AP II dalam bentuk e-Pos," katanya.
Ia juga memaparkan bahwa tidak ada pemaksaan terhadap tenant dari AP II untuk menggunakan layanan e-Pos Telkom. Buktinya, kata Rudi, tidak semua tenant di Bandara Soetta ini yang menggunakan layanan e-Pos Telkom. "Jadi tidak ada kewajiban bagi tenant untuk membeli layanan e-Pos ini," tegasnya.
Layanan e-Pos adalah salah satu sistem untuk mengetahui pemasukan dari tenant yang ada di Bandara Soetta. Berdasarkan perjanjian kerja sama antara Angkasa Pura II dan tenant yang membuka usaha di bandara, Angkasa Pura II berhak mendapatkan persenan dari keuntungan yang diperoleh tenant. Sistem ini dimaksud untuk memastikan total royalti yang akan diterima Angkasa Pura II.
Menurutnya, hubungan antara PT Angkasa Pura II (AP II) sebagai pengelola Bandara Soetta dan Telkom dalam bisnis ini hanyalah menjalankan sinergi antar BUMN seperti diperintahkan Menteri BUMN. Di mana, dalam menjalankan kegiatan usahanya di Bandara Soetta, AP II perlu layanan jasa internet bagi penyewa di sana. "Telkom pun mengusukan layanan telekomunikasi yang dibutuhkan AP II dalam bentuk e-Pos," katanya.
Ia juga memaparkan bahwa tidak ada pemaksaan terhadap tenant dari AP II untuk menggunakan layanan e-Pos Telkom. Buktinya, kata Rudi, tidak semua tenant di Bandara Soetta ini yang menggunakan layanan e-Pos Telkom. "Jadi tidak ada kewajiban bagi tenant untuk membeli layanan e-Pos ini," tegasnya.
Layanan e-Pos adalah salah satu sistem untuk mengetahui pemasukan dari tenant yang ada di Bandara Soetta. Berdasarkan perjanjian kerja sama antara Angkasa Pura II dan tenant yang membuka usaha di bandara, Angkasa Pura II berhak mendapatkan persenan dari keuntungan yang diperoleh tenant. Sistem ini dimaksud untuk memastikan total royalti yang akan diterima Angkasa Pura II.
Tidak
selesai sampai disitu saja, PT AP II dan PT Telkom Indonesia melalukan banding
mengenai perkara ini atas putusan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara jasa penyediaan jasa
jaringan telekomunikasi atau e-Pos dan jaringan fiber optic di
Bandara Soekarno-Hatta. Dari kedua pihak
terduga melakukan segala cara untuk menguatkan argument bahwa mereka tidak
melakukan tindakan seperti yang diduga oleh KPPU.
Namun,
upaya banding tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan oleh Para
Terduga. Putusan KPPU pun telah dilayangkan dan KPPU menjatuhkan putusan
bersalah kepada PT Angkasa Pura II dan PT Telkom dalam perkara penyediaan jasa
jaringan telekomunikasi atau e-Pos dan jaringan fiber optic di
Bandara Soekarno-Hatta.
Kedua perusahaan itu dinilai secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PT Angkasa Pura diwajibkan membayar denda Rp 3,4 miliar serta PT Telkom harus membayar denda senilai Rp 2,1 miliar.
Kedua perusahaan itu dinilai secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PT Angkasa Pura diwajibkan membayar denda Rp 3,4 miliar serta PT Telkom harus membayar denda senilai Rp 2,1 miliar.
Referensi :
http://www.tempo.co/read/news/2014/05/19/090578739/Angkasa-Pura-II-Ajukan-Banding-atas-Putusan-KPPU
Sabtu, 21 Juni 2014
Young On Top National Conference 2014 "Pemimpin Masa Depan"
Sabtu 21 juni 2014, PT YOT Nusantara yang didirikan oleh Billy Boen seorang yang bagi saya pribadi merupakan tokoh inspiratif didalam hidup saya mengadakan sebuah event nasional yang menurut saya sebuah acara yang menarik. Acara ini mengangkat tema "Pemimpin Masa Depan" Learn & Share sebuah tema yang sangat menarik untuk diangkat dan dikemas menjadi sebuah seminar nasional.
Hal yang lebih menarik lagi yaitu speakers yang profesional yang bekerja sebagai praktisi diberbagai bidang yaitu terdapat 6 Pembicara (Najwa Shihab, Pricillia D. Airin, Ira Novianti, Gunawan Susanto, Andy F. Noya, dan Billy Boen) seminar ini dimulai pukul 09.30 yang seharusnya dijadwalkan sekitar pukul 09.00 WIB namun waktunya molor dikarenakan ada kesalahan teknis didalam gedung. Acara YOTNC 2014 ini diadakan Ballroom Kuningan City lt.7. setelah kami menunggu lama sekitar 1 jam dengan kondisi AC mati yang membuat para peserta menjadi semakin gelisah dan tidak nyaman. namun selang waktu kemudian pihak panitia mengabarkan acara sudah bisa dimulai. Dengan Jiwa semangat para pemuda yang akan menjadi calon pemimpin bangsa ini bergegas untuk memperebutkan kursi paling depan. pada akhirnya saya dan teman-teman lainnya mendapatkan kursi paling depan dan sangat strategis. Acara ini dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh seluruh peserta yang hadir didalam acara tersebut. kemudian acara ini dibuka dengan pembicara yang merupakan seorang TV anchor terkenal dan merupakan seseorang yang saya tunggu didalam acara ini yaitu Najwa Shihab. Najwa Shihab ini merupakan seorang jurnalis yang berprofesi dibidang media informasi yang sangat disegani oleh semua orang karena Najwa Shihab ini merupakan sesosok wanita yang ditakuti karena dengan ketegasan yang dimilikinya. Dia menceritakan pengalaman yang dilewatinya semasa dulu untuk sampai menjadi seorang Najwa Shihab yang sekarang. Dia bercerita bahwa hal yang mempengaruhi dia didalam hidupnya yaitu kedua orang tuanya khususnya ayahnya yang selalu memberikan semangat bahwa wanita pasti bisa melakukan apapun sesuatu hal asalkan niat dan tujuannya baik. Dia berbagi pengalaman kepada para peserta mengenai masa kuliahnya dulu
Kamis, 05 Juni 2014
UU Perlindungan Konsumen dan Contoh Kasus
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
UNDANG UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
BAB I : KETENTUAN UMUM
BAB II : ASAS DAN TUJUAN
BAB III : HAK DAN KEWAJIBAN
BAB IV : PERBUATAN YANG DILARANG
BAGI PELAKU USAHA
BAB V : KETENTUAN PENCANTUMAN
KLAUSULA BAKU
BAB VI : TANGGUNG JAWAB PELAKU
USAHA
BAB VII : PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
BAB VIII: BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
NASIONAL
BAB IX : LEMBAGA PERLINDUNGAN
KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT
BAB X : PENYELESAIAN SENGKETA
BAB XI : BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
BAB XII : PENYIDIKAN
BAB XIII: SANKSI
BAB XIV : KETENTUAN PERALIHAN
BAB XV : KETENTUAN PENUTUP
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 20 April 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA
Kontroversi Tanda Cap Jempol Pada Produk TCL
Tanda
cap jempol pada kemasan elektronik asal China bermerek TCL menuai konflik. Cap tersebut
diklaim sebagai ciptaan Junaide Sungkono, mantan Direktur PT TCL Indonesia
-distributor produk TCL sejak 2003-2008. Di sisi lain, distributor dan perakit
produk TCL lain, PT Arisa Mandiri Pratama menggunakan tanda cap jempol itu
dalam kemasan mesin cuci merek TCL dengan judul garansi.
Junaide
pun meradang hingga akhirnya melayangkan gugatan ke Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat. Hanya, gugatan langsung dilayangkan ke Direktur Utama PT Arisa,
Nurtjahja Tanudisastro. Majelis hakim yang diketuai Ennid Hasanuddin menggelar
persidangan lanjutan perkara ini.
Sebelumnya,
dalam gugatan kuasa hukum Junaide dari YBS & Partner menuntut ganti rugi
atas pemakaian cap jempol Rp12 miliar plus pembayaran royalti dengan
jumlah yang sama. Dalam gugatan diuraikan gambar jempol diciptakan Junaide
untuk meningkatkan kepercayaan pada produk China. Setelah keluar dari PT TCL,
pada 2008 Junaide memproduksi DVD dan TV bermerek Divega yang juga menggunakan
cap jempol sebagai garansi.
Langganan:
Postingan (Atom)