Senin, 30 Juni 2014

Principles of Century Marketing : From A-to-G





Articulate       The ability to speak fluently and coherently, injecting ideas, information, and feelings - In the right way, at the right time and in the right place. ‘speaking’ is more than transmitting words and data with pitch, pace and tone; or initiating and responding to communication -  it also encompasses the concept of deploying symbols, gestures, and objects. Your products, services, systems, employees and consumers all have to ‘speak’ to each other internally and externally. Articulation is also the ability to break things down, join them together and manipulate them in a coordinated yet ‘fuzzy’ way. This idea of eliciting Gestalism advocates that, “the whole is other than the sum parts” – there is a bigger picture being painted.

Sabtu, 28 Juni 2014

KPPU Hukum PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

Terbukti melakukan penguasaan dan praktek diskriminasi terhadap produksi dan pemasaran barang/jasa di wilayah Bandar Udara Soekarno – Hatta, Majelis Komisi KPPU memutuskan  PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk itu, PT. Angkasa Pura II diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp 3.402.000.000, dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk diwajibkan membayar denda sebesar Rp 2.109.240.000. Sedangkan untuk dugaan pasal lainnya, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Angkasa Pura II tidak terbukti melanggar Pasal 17 ayat 1 (tentang Monopoli) , dan Pasal 19 huruf c dan d (tentang pembatasan peredaran barang/jasa, dan praktek diskriminasi),
Di sisi lain, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk meninjau kembali Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 05/MBU/2008 tanggal 3 September 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa BUMN yang didalamnya diatur mengenai sinergi BUMN yang mengizinkan BUMN untuk melakukan penunjukan langsung guna mencapai efisiens. Selain itu, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian BUMN agar memperhatikan prinsip – prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999. 

KPPU Hukum PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

Terbukti melakukan penguasaan dan praktek diskriminasi terhadap produksi dan pemasaran barang/jasa di wilayah Bandar Udara Soekarno – Hatta, Majelis Komisi KPPU memutuskan  PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk itu, PT. Angkasa Pura II diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp 3.402.000.000, dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk diwajibkan membayar denda sebesar Rp 2.109.240.000. Sedangkan untuk dugaan pasal lainnya, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Angkasa Pura II tidak terbukti melanggar Pasal 17 ayat 1 (tentang Monopoli) , dan Pasal 19 huruf c dan d (tentang pembatasan peredaran barang/jasa, dan praktek diskriminasi),
Di sisi lain, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk meninjau kembali Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 05/MBU/2008 tanggal 3 September 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa BUMN yang didalamnya diatur mengenai sinergi BUMN yang mengizinkan BUMN untuk melakukan penunjukan langsung guna mencapai efisiens. Selain itu, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian BUMN agar memperhatikan prinsip – prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999. 

KPPU Hukum PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

Terbukti melakukan penguasaan dan praktek diskriminasi terhadap produksi dan pemasaran barang/jasa di wilayah Bandar Udara Soekarno – Hatta, Majelis Komisi KPPU memutuskan  PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk itu, PT. Angkasa Pura II diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp 3.402.000.000, dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk diwajibkan membayar denda sebesar Rp 2.109.240.000. Sedangkan untuk dugaan pasal lainnya, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Angkasa Pura II tidak terbukti melanggar Pasal 17 ayat 1 (tentang Monopoli) , dan Pasal 19 huruf c dan d (tentang pembatasan peredaran barang/jasa, dan praktek diskriminasi),
Di sisi lain, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk meninjau kembali Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 05/MBU/2008 tanggal 3 September 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa BUMN yang didalamnya diatur mengenai sinergi BUMN yang mengizinkan BUMN untuk melakukan penunjukan langsung guna mencapai efisiens. Selain itu, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian BUMN agar memperhatikan prinsip – prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999. (nsa)

BEDAH KASUS :
Kasus yang menimpa PT AP II dan PT Telkom Indonesia yang diduga melakukan pelanggaran persaingan usaha yang terjadi di bandara internasional SOETTA mengenai penggunaan e-pos. PT Telkom Tbk menjadi rekanan Angkasa Pura II dalam menjalankan sistem tersebut. Pada mulanya, Telkom mengajukan proposal penggunaan sistem e-Pos tersebut kepada Angkasa Pura II. Berdasarkan laporan masyarakat kepada investigator KPPU, proposal tersebut diterima oleh Angkasa Pura II dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) kepada seluruh tenant sehingga semua tenant (penyewa) yang berada di Bandara Soetta wajib menggunakan sistem ini.

            Menurutnya, hubungan antara PT Angkasa Pura II (AP II) sebagai pengelola Bandara Soetta dan Telkom dalam bisnis ini hanyalah menjalankan sinergi antar BUMN seperti diperintahkan Menteri BUMN. Di mana, dalam menjalankan kegiatan usahanya di Bandara Soetta, AP II perlu layanan jasa internet bagi penyewa di sana. "Telkom pun mengusukan layanan telekomunikasi yang dibutuhkan AP II dalam bentuk e-Pos," katanya.

            Ia juga memaparkan bahwa tidak ada pemaksaan terhadap tenant dari AP II untuk menggunakan layanan e-Pos Telkom. Buktinya, kata Rudi, tidak semua tenant di Bandara Soetta ini yang menggunakan layanan e-Pos Telkom. "Jadi tidak ada kewajiban bagi tenant untuk membeli layanan e-Pos ini," tegasnya.

            Layanan e-Pos adalah salah satu sistem untuk mengetahui pemasukan dari tenant yang ada di Bandara Soetta. Berdasarkan perjanjian kerja sama antara Angkasa Pura II dan tenant yang membuka usaha di bandara, Angkasa Pura II berhak mendapatkan persenan dari keuntungan yang diperoleh tenant. Sistem ini dimaksud untuk memastikan total royalti yang akan diterima Angkasa Pura II.
Tidak selesai sampai disitu saja, PT AP II dan PT Telkom Indonesia melalukan banding mengenai perkara ini  atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara jasa penyediaan jasa jaringan telekomunikasi atau e-Pos dan jaringan fiber optic di Bandara Soekarno-Hatta.  Dari kedua pihak terduga melakukan segala cara untuk menguatkan argument bahwa mereka tidak melakukan tindakan seperti yang diduga oleh KPPU.
            Namun, upaya banding tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan oleh Para Terduga. Putusan KPPU pun telah dilayangkan dan KPPU menjatuhkan putusan bersalah kepada PT Angkasa Pura II dan PT Telkom dalam perkara penyediaan jasa jaringan telekomunikasi atau e-Pos dan jaringan  fiber optic di Bandara Soekarno-Hatta.

            Kedua perusahaan itu dinilai secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PT Angkasa Pura diwajibkan membayar denda Rp 3,4 miliar serta PT Telkom harus membayar denda senilai Rp 2,1 miliar.

Referensi :

http://www.tempo.co/read/news/2014/05/19/090578739/Angkasa-Pura-II-Ajukan-Banding-atas-Putusan-KPPU

KPPU Hukum PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

Terbukti melakukan penguasaan dan praktek diskriminasi terhadap produksi dan pemasaran barang/jasa di wilayah Bandar Udara Soekarno – Hatta, Majelis Komisi KPPU memutuskan  PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk itu, PT. Angkasa Pura II diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp 3.402.000.000, dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk diwajibkan membayar denda sebesar Rp 2.109.240.000. Sedangkan untuk dugaan pasal lainnya, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Angkasa Pura II tidak terbukti melanggar Pasal 17 ayat 1 (tentang Monopoli) , dan Pasal 19 huruf c dan d (tentang pembatasan peredaran barang/jasa, dan praktek diskriminasi),
Di sisi lain, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk meninjau kembali Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 05/MBU/2008 tanggal 3 September 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa BUMN yang didalamnya diatur mengenai sinergi BUMN yang mengizinkan BUMN untuk melakukan penunjukan langsung guna mencapai efisiens. Selain itu, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian BUMN agar memperhatikan prinsip – prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999. (nsa)

BEDAH KASUS :
Kasus yang menimpa PT AP II dan PT Telkom Indonesia yang diduga melakukan pelanggaran persaingan usaha yang terjadi di bandara internasional SOETTA mengenai penggunaan e-pos. PT Telkom Tbk menjadi rekanan Angkasa Pura II dalam menjalankan sistem tersebut. Pada mulanya, Telkom mengajukan proposal penggunaan sistem e-Pos tersebut kepada Angkasa Pura II. Berdasarkan laporan masyarakat kepada investigator KPPU, proposal tersebut diterima oleh Angkasa Pura II dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) kepada seluruh tenant sehingga semua tenant (penyewa) yang berada di Bandara Soetta wajib menggunakan sistem ini.

            Menurutnya, hubungan antara PT Angkasa Pura II (AP II) sebagai pengelola Bandara Soetta dan Telkom dalam bisnis ini hanyalah menjalankan sinergi antar BUMN seperti diperintahkan Menteri BUMN. Di mana, dalam menjalankan kegiatan usahanya di Bandara Soetta, AP II perlu layanan jasa internet bagi penyewa di sana. "Telkom pun mengusukan layanan telekomunikasi yang dibutuhkan AP II dalam bentuk e-Pos," katanya.

            Ia juga memaparkan bahwa tidak ada pemaksaan terhadap tenant dari AP II untuk menggunakan layanan e-Pos Telkom. Buktinya, kata Rudi, tidak semua tenant di Bandara Soetta ini yang menggunakan layanan e-Pos Telkom. "Jadi tidak ada kewajiban bagi tenant untuk membeli layanan e-Pos ini," tegasnya.

            Layanan e-Pos adalah salah satu sistem untuk mengetahui pemasukan dari tenant yang ada di Bandara Soetta. Berdasarkan perjanjian kerja sama antara Angkasa Pura II dan tenant yang membuka usaha di bandara, Angkasa Pura II berhak mendapatkan persenan dari keuntungan yang diperoleh tenant. Sistem ini dimaksud untuk memastikan total royalti yang akan diterima Angkasa Pura II.
Tidak selesai sampai disitu saja, PT AP II dan PT Telkom Indonesia melalukan banding mengenai perkara ini  atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara jasa penyediaan jasa jaringan telekomunikasi atau e-Pos dan jaringan fiber optic di Bandara Soekarno-Hatta.  Dari kedua pihak terduga melakukan segala cara untuk menguatkan argument bahwa mereka tidak melakukan tindakan seperti yang diduga oleh KPPU.
            Namun, upaya banding tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan oleh Para Terduga. Putusan KPPU pun telah dilayangkan dan KPPU menjatuhkan putusan bersalah kepada PT Angkasa Pura II dan PT Telkom dalam perkara penyediaan jasa jaringan telekomunikasi atau e-Pos dan jaringan  fiber optic di Bandara Soekarno-Hatta.

            Kedua perusahaan itu dinilai secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PT Angkasa Pura diwajibkan membayar denda Rp 3,4 miliar serta PT Telkom harus membayar denda senilai Rp 2,1 miliar.

Referensi :

http://www.tempo.co/read/news/2014/05/19/090578739/Angkasa-Pura-II-Ajukan-Banding-atas-Putusan-KPPU

KPPU Hukum PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

Terbukti melakukan penguasaan dan praktek diskriminasi terhadap produksi dan pemasaran barang/jasa di wilayah Bandar Udara Soekarno – Hatta, Majelis Komisi KPPU memutuskan  PT Angkasa Pura II dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk itu, PT. Angkasa Pura II diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp 3.402.000.000, dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk diwajibkan membayar denda sebesar Rp 2.109.240.000. Sedangkan untuk dugaan pasal lainnya, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Angkasa Pura II tidak terbukti melanggar Pasal 17 ayat 1 (tentang Monopoli) , dan Pasal 19 huruf c dan d (tentang pembatasan peredaran barang/jasa, dan praktek diskriminasi),
Di sisi lain, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk meninjau kembali Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 05/MBU/2008 tanggal 3 September 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa BUMN yang didalamnya diatur mengenai sinergi BUMN yang mengizinkan BUMN untuk melakukan penunjukan langsung guna mencapai efisiens. Selain itu, Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kementerian BUMN agar memperhatikan prinsip – prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999. (nsa)

BEDAH KASUS :
Kasus yang menimpa PT AP II dan PT Telkom Indonesia yang diduga melakukan pelanggaran persaingan usaha yang terjadi di bandara internasional SOETTA mengenai penggunaan e-pos. PT Telkom Tbk menjadi rekanan Angkasa Pura II dalam menjalankan sistem tersebut. Pada mulanya, Telkom mengajukan proposal penggunaan sistem e-Pos tersebut kepada Angkasa Pura II. Berdasarkan laporan masyarakat kepada investigator KPPU, proposal tersebut diterima oleh Angkasa Pura II dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) kepada seluruh tenant sehingga semua tenant (penyewa) yang berada di Bandara Soetta wajib menggunakan sistem ini.

            Menurutnya, hubungan antara PT Angkasa Pura II (AP II) sebagai pengelola Bandara Soetta dan Telkom dalam bisnis ini hanyalah menjalankan sinergi antar BUMN seperti diperintahkan Menteri BUMN. Di mana, dalam menjalankan kegiatan usahanya di Bandara Soetta, AP II perlu layanan jasa internet bagi penyewa di sana. "Telkom pun mengusukan layanan telekomunikasi yang dibutuhkan AP II dalam bentuk e-Pos," katanya.

            Ia juga memaparkan bahwa tidak ada pemaksaan terhadap tenant dari AP II untuk menggunakan layanan e-Pos Telkom. Buktinya, kata Rudi, tidak semua tenant di Bandara Soetta ini yang menggunakan layanan e-Pos Telkom. "Jadi tidak ada kewajiban bagi tenant untuk membeli layanan e-Pos ini," tegasnya.

            Layanan e-Pos adalah salah satu sistem untuk mengetahui pemasukan dari tenant yang ada di Bandara Soetta. Berdasarkan perjanjian kerja sama antara Angkasa Pura II dan tenant yang membuka usaha di bandara, Angkasa Pura II berhak mendapatkan persenan dari keuntungan yang diperoleh tenant. Sistem ini dimaksud untuk memastikan total royalti yang akan diterima Angkasa Pura II.
Tidak selesai sampai disitu saja, PT AP II dan PT Telkom Indonesia melalukan banding mengenai perkara ini  atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara jasa penyediaan jasa jaringan telekomunikasi atau e-Pos dan jaringan fiber optic di Bandara Soekarno-Hatta.  Dari kedua pihak terduga melakukan segala cara untuk menguatkan argument bahwa mereka tidak melakukan tindakan seperti yang diduga oleh KPPU.
            Namun, upaya banding tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan oleh Para Terduga. Putusan KPPU pun telah dilayangkan dan KPPU menjatuhkan putusan bersalah kepada PT Angkasa Pura II dan PT Telkom dalam perkara penyediaan jasa jaringan telekomunikasi atau e-Pos dan jaringan  fiber optic di Bandara Soekarno-Hatta.

            Kedua perusahaan itu dinilai secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PT Angkasa Pura diwajibkan membayar denda Rp 3,4 miliar serta PT Telkom harus membayar denda senilai Rp 2,1 miliar.

Referensi :

http://www.tempo.co/read/news/2014/05/19/090578739/Angkasa-Pura-II-Ajukan-Banding-atas-Putusan-KPPU

Sabtu, 21 Juni 2014

Young On Top National Conference 2014 "Pemimpin Masa Depan"

Sabtu 21 juni 2014, PT YOT Nusantara yang didirikan oleh Billy Boen seorang yang bagi saya pribadi merupakan tokoh inspiratif didalam hidup saya mengadakan sebuah event nasional yang menurut saya sebuah acara yang menarik. Acara ini mengangkat tema "Pemimpin Masa Depan" Learn & Share sebuah tema yang sangat menarik untuk diangkat dan dikemas menjadi sebuah seminar nasional.
Hal yang lebih menarik lagi yaitu speakers yang profesional yang bekerja sebagai praktisi diberbagai bidang yaitu terdapat 6 Pembicara (Najwa Shihab, Pricillia D. Airin, Ira Novianti, Gunawan Susanto, Andy F. Noya, dan Billy Boen) seminar ini dimulai pukul 09.30 yang seharusnya dijadwalkan sekitar pukul 09.00 WIB namun waktunya molor dikarenakan ada kesalahan teknis didalam gedung. Acara YOTNC 2014 ini diadakan Ballroom Kuningan City lt.7. setelah kami menunggu lama sekitar 1 jam dengan kondisi AC mati yang membuat para peserta menjadi semakin gelisah dan tidak nyaman. namun selang waktu kemudian pihak panitia mengabarkan acara sudah bisa dimulai. Dengan Jiwa semangat para pemuda yang akan menjadi calon pemimpin bangsa ini bergegas untuk memperebutkan kursi paling depan. pada akhirnya saya dan teman-teman lainnya mendapatkan kursi paling depan dan sangat strategis. Acara ini dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh seluruh peserta yang hadir didalam acara tersebut. kemudian acara ini dibuka dengan pembicara yang merupakan seorang TV anchor terkenal dan merupakan seseorang yang saya tunggu didalam acara ini yaitu Najwa Shihab. Najwa Shihab ini merupakan seorang jurnalis yang berprofesi dibidang media informasi yang sangat disegani oleh semua orang karena Najwa Shihab ini merupakan sesosok wanita yang ditakuti karena dengan ketegasan yang dimilikinya. Dia menceritakan pengalaman yang dilewatinya semasa dulu untuk sampai menjadi seorang Najwa Shihab yang sekarang. Dia bercerita bahwa hal yang mempengaruhi dia didalam hidupnya yaitu kedua orang tuanya khususnya ayahnya yang selalu memberikan semangat bahwa wanita pasti bisa melakukan apapun sesuatu hal asalkan niat dan tujuannya baik. Dia berbagi pengalaman kepada para peserta mengenai masa kuliahnya dulu 

Kamis, 05 Juni 2014

UU Perlindungan Konsumen dan Contoh Kasus

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN

Menetapkan:
UNDANG UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I  : KETENTUAN UMUM
BAB II  : ASAS DAN TUJUAN
BAB III : HAK DAN KEWAJIBAN
BAB IV  : PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
BAB V  : KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
BAB VI  : TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
BAB VII : PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
BAB VIII: BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL
BAB IX  : LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT
BAB X  : PENYELESAIAN SENGKETA
BAB XI  : BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
BAB XII : PENYIDIKAN
BAB XIII: SANKSI
BAB XIV : KETENTUAN PERALIHAN
BAB XV  : KETENTUAN PENUTUP

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 20 April 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA

Kontroversi Tanda Cap Jempol Pada Produk TCL


Tanda cap jempol pada kemasan elektronik asal China bermerek TCL menuai konflik. Cap tersebut diklaim sebagai ciptaan Junaide Sungkono, mantan Direktur PT TCL Indonesia -distributor produk TCL sejak 2003-2008. Di sisi lain, distributor dan perakit produk TCL lain, PT Arisa Mandiri Pratama menggunakan tanda cap jempol itu dalam kemasan mesin cuci merek TCL dengan judul garansi.

Junaide pun meradang hingga akhirnya melayangkan gugatan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Hanya, gugatan langsung dilayangkan ke Direktur Utama PT Arisa, Nurtjahja Tanudisastro. Majelis hakim yang diketuai Ennid Hasanuddin menggelar persidangan lanjutan perkara ini.

Sebelumnya, dalam gugatan kuasa hukum Junaide dari YBS & Partner menuntut ganti rugi atas pemakaian cap jempol Rp12 miliar plus pembayaran royalti dengan jumlah yang sama. Dalam gugatan diuraikan gambar jempol diciptakan Junaide untuk meningkatkan kepercayaan pada produk China. Setelah keluar dari PT TCL, pada 2008 Junaide memproduksi DVD dan TV bermerek Divega yang juga menggunakan cap jempol sebagai garansi.